Shalawat Nabi Mengiringi Pawai Ogoh-ogoh di Banyumas

Ragam481 Dilihat
Upacara Tawur Agung Kesanga ditandai dengan pembakaran ogoh-ogoh di lapangan Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas, Jumat (16/3) (ns/purwokertokita)

Purwokertokita.com – Tembang Shalawat Nabi dilantukan grup musik kentongan pada pawai Tawur Agung Kesanga, di Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas, Jumat (16/3). Arak-arakan itu digelar menyambut datangnya Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940.

Uniknya, peringatan tahun ini ini tidak hanya diikuti oleh umat Hindu saja. Masyarakat dari lintas agama turut terlibat dalam pawai ogoh-ogoh di diperingati dengan upacara Tawur Agung Kasanga.

Di urutan terdepan, perwakilan Parisada Hindu Dharma Banyumas memimpin pawai dari Lapangan Desa Kliting. Disusul oleh grup barongsay dari Tempat Ibadah Tri Dharma Hok Tek Bio Purwokerto. Kelompok seni tradisional dan ebeg juga ikut mengiringi ogoh-ogoh bernama “Kala Senggi” dan “Srenggi Srono” yang digotong oleh warga.

Sekembalinya ke lapangan, dua ogoh-ogoh itu diletakkan di salah satu sudut lapangan. Setelah didoakan oleh pemuka agama, grup liong, ebeg, buncisan mengitari raksasa sebagai tanda dimulainya pembakaran ogoh-ogoh berukuran enam meter ini.

Pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Somagede, Minoto Dharmo mengatakan, upacara Tawur Agung Kasanga bertujuan agar selama menjalani catur brata penyepian tidak terjadi gangguan dan berjalan lancar.

Ogoh-ogoh yang diarak di Lapangan Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas (ns/purwokertikita)

“Ogoh-ogoh merupakan simbol hawa nafsu serakah manusia. Pembakaran ini mengandung makna bahwa angkara murka harus dimusnahkan. Harapannya, pada tahun baru 1940 Saka ini, umat Hindu mempunyai hati dan jiwa yang suci,” kata dia.

Menurut dia, tahun ini umat dari lintas agama turut terlibat dalam pawai Tawur Agung Kesanga. Hal ini menjadi simbol rasa persatuan masyarakat meski berbeda keyakinan.

“Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia terusik dengan berbagai isu agama yang memecah belah persatuan. Kami ingin menunjukkan di Banyumas, perbedaan itu justru menjadi alat pemersatu,” katanya.

Nyepi merupakan momentum bagi seluruh umat untuk melakukan instrospeksi mengenai perbuatan yang dilakukan setahun terakhir. Dengan perayaan Nyepi, diharapkan menjadi umat yang lebih baik.

Ratusan warga lintas agama mengikuti pawai ogoh-ogoh dan karnaval budaya, di Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas (ns/purwokertokita)

Sementara itu, peserta pawai asal Temanggung, Sapta Supratno mengaku baru pertama kali terlibat dalam upacara Tawur Agung Kesanga.

“Upaya untuk membenturkan antar agama di Indonesia sedang marak. Lewat keterlibatan kita di upacara ini, kami ingin menunjukkan semua pihak harus terbiasa dengan adanya perbedaan,” kata ujar pria yang sedang Praktek Kerja Lapangan di Vihara Wajranala Buntu, Cilacap ini. (NS)

Tinggalkan Balasan