Jalan Budaya Menjaga Tuk Sikopyah di Desa Serang Purbalingga

Lingkungan624 Dilihat

PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Bukit Sikopyah berlumur sinar matahari pagi, Sabtu (13/7/2024). Sebanyak 70 pasang muda mudi berbaris di sepanjang pematang ladang tembakau. Dengan mengenakan pakaian tradisional, mereka berjalan menuju sumber mata air Sikopyah sebagai bagian dari prosesi pengambilan mata air pada Festival Gunung Slamet Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.

Pengambilan mata air Sikopyah menyimbolkan pentingnya menjaga ekosistem agar sumber mata air Sikopyah tetap lestari. Pengambilan mata air sendiri merupakan napak tilas perjalanan leluhur warga Desa Serang.

“Dulu leluhur kami mengambil air dari Tuk Sikopyah dengan lodong ( batang bambu besar untuk menyimpan air),” kata Samsuri, pemangku adat Desa Serang.

Kebiasaan leluhur mereka diangkat ke permukaan dalam Festival Gunung Slamet sebagai pengingat, sumber mata air Sikopyah telah ada sejak dahulu kala dan harus terus dipelihara hingga anak cucu ke depan.

Dalam perspektif masyarakat Desa Serang, mereka tidak dalam posisi mewariskan alam pada anak cucu. Namun mereka berutang pada masa depan, pada anak cucu dan harus mengembalikan dalam kondisi utuh. Karena itu mereka harus membayar dengan melestarikan lingkungan ekosistem Sikopyah.

Budaya mengambil mata air Sikopyah merupakan bagian dari upaya merawat sumber mata air berkekuatan 36 liter per detik itu. Mata air Sikopyah stabil di segala musim sehingga bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa.

Kepala Desa Serang, Sugito, menjelaskan, ada kesepakatan lisan di antara warga untuk tidak merusak sekitar dua hektare ekosistem di sekitar sumber mata air. Meski demikian, ia tak menutup kemungkinan meregulasikan larangan menebang pohon dan aktivitas perambahan kawasan konservasi demi menjamin kelestarian lingkungan khususnya di sumber mata air Sikopyah.

“Dari kesepakatan, ada sanksi denda Rp 5 juta jika menebang pohon di situ,” kata dia.***

 

 

Tinggalkan Balasan