PURWOKERTOKITA. COM, CILACAP-Di sepanjang Segara Anakan Kabupaten Cilacap, hutan Mangrove nan hijau tampak menghampar.
Untuk diketahui, Segara Anakan adalah laguna raksasa yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa di perbatasan antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap.
Secara administratif Segara Anakan berada di Kecamatan Kawunganten, Cilacap, dan Jawa Tengah.
Kawasan Segara Anakan merupakan tempat bertemunya 3 sungai besar, yaitu Sungai Citanduy, Sungai Cibereum dan Sungai Cikonde serta sungai-sungai kecil lainnya.
Budi Santoso, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Jateng mengatakan, keberadaan hutan Mangrove yang terhampar luas jadi ciri khas kawasan ini. Laguna Segara Anakan dikelilingi rawa-rawa bakau dan lahan pasang surut yang baru saja bertambah. Sebagian lahan itu telah diubah menjadi sawah.
Pada tanggal 22-26 Februari lalu PEH BKSDA Jateng bersama Tim Resort Konservasi Wilayah Cilacap sempat melaksanakan eksplorasi jenis mangrove di Segara Anakan.
“Jenis mangrove yang diidentifikasi berupa mangrove sejati dan mangrove asosiasi, ” katanya
Mangrove sejati merupakan jenis tanaman yang hidup di daerah pasang surut dan mampu menyerap zat garam. Ia sekaligus memiliki sistem adaptasi mengeluarkan kelebihan zat garam yang tidak dibutuhkan melalui batang dan daunnya.
Sedangkan mangrove asosiasi adalah jenis tanaman yang mampu beradaptasi dengan ekosistem pantai. Yang membedakannya dari mangrove sejati adalah ketidakmampuan mengeluarkan kelebihan zat garam dari dalam tubuh.
Menariknya, dari kegiatan tersebut, pihaknya menemukan setidaknya 49 jenis mangrove baik sejati maupun asosiasi. Dari 47 jenis tersebut, 5 diantaranya masih no name atau belum berhasil diidentifikasi jenisnya.
Kegiatan ini sekaligus membuka lembaran baru mengenai Mangrove Segara Anakan.
“Karena menurut referensi yang ada, jenis mangrove di Segara Anakan sejauh ini disebutkan hanya 26 jenis, “katanya
Takn hanya itu, pihaknya juga menemukan spesies yang mulai langka ditemui, yakni jenis Limau lelang atau Merope angulata. Mangrove jenis ini sepintas mirip jeruk baik daun maupun durinya, kecuali bentuk buahnya yang jauh berbeda.
Keberadaan Mangrove bukan hanya berfungsi ekonomi, yakni penghasil kebutuhan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Mangrove juga berfungsi ekologis yakni pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut.
Mangrove di wilayah ini juga menyangkut siklus kehidupan ikan, udang, kepiting dan fauna lainnya, seperti burung dan aneka reptil.
Laguna ini merupakan tempat berkembang biaknya anak-anak satwa laut, sebelum keluar melalui muara laguna ke laut lepas, Samudera Hindia, lalu ditangkap para nelayan untuk dimanfaatkan.
Laguna ini juga sebagai sarana transportasi laut antar kecamatan dan pusat-pusat keramaian di tepi barat, selatan dan timur perairan Segara Anakan. Potensi lain kawasan ini adalah daya tarik kepariwisataannya yang kuat.
Kawasan ini juga menjadi penghubung pergerakan ekonomi dan sarana transportasi air masyarakat dari Cilacap menuju Pangandaran.
“Perlu upaya untuk menunjang keberlanjutan produk perikanan laut setempat, yang berkaitan langsung dengan kondisi sosial ekonomi nelayan, ” katanya
Fakta lain dari Segara Anakan ini, terdapat sekitar 12.230 Ha hutan mangrove dengan tingkat gangguan yang bervariasi di sekitar laguna. Laguna terhubung ke Samudera Hindia melalui dua saluran pasang surut, berjarak sekitar 25 km, dan dilindungi dari laut oleh pulau berbatu Nusa Kambangan (sekitar 30.000 Ha) yang membentang sejajar dengan pantai.
Kompleks laguna menerima aliran masuk dari dua lembah sungai utama, Citanduy Basin, dengan daerah tangkapan sekitar 350.000 Ha, dan Cekungan Segara Anakan, dengan daerah tangkapan air sekitar 96.000 Ha, yang mengalir ke laguna melalui dua sungai utama, Cibeureum dan Cikonde. (JAC)