Ini Dia Penulis Puisi Romantis di Film AADC 2

Rehat187 Dilihat
Penulis puisi dalam film AADC 2 (istimewa)
Penulis puisi dalam film AADC 2 (istimewa)

Purwokertokita.com – Masih ingat dengan Cinta dan Rangga? Masih ingat dengan adegan ciuman di bandara antara keduanya? Kalau masih ingat, berarti kamu sudah agak tua.

Film Ada Apa Dengan Cinta selalu menghadirkan puisi-puisi romantis melalui tokoh Rangga dan Cinta. Di film AADC 2 yang rencananya rilis tahun depan, ada satu nama sastrawan muda yang puisinya bakal menghiasi film yang dimainkan oleh Dian Sastro Wardoyo dan Nicholas Saputra itu.

M. Aan Mansyur, sastrawan kelahiran Bone Sulawesi Selatan ini, puisinya bakal menghiasi film AADC 2.  Kelihaiannya mengolah kata-kata dan menjelajah bahasa menjadikan Aan, nama panggilan akrabnya, the rising star dalam khazanah literatur Tanah Air.

Lewat akun Twitter @hurufkecil, Aan mengungkapkan pemikirannya yang puitis. Lewat buku-buku puisinya yang sudah diterbitkan, seperti “Kukila” (2012), “Kepalaku: Kantor Paling Sibuk di Dunia” (2014) dan “Melihat Api Bekerja” (2015), Aan menuai pujian dan penghargaan atas kepiawaiannya bertutur dengan indah. Lewat novel-novelnya seperti “Perempuan, Rumah Kenangan” (2007) dan “Lelaki Terakhir Yang Menangis di Bumi” (2015), Aan membuktikan kelihaiannya dalam bercerita.

“Puisi di film AADC 2 memang saya buat khusus untuk film ini,” kata Aan, Selasa (22/12).

Ia mengaku, pertama kali menonton film AADC pada waktu masih kuliah. Waktu itu ia baru benar-benar merintis ingin menjadi penyair.

Setahun sebelumnya, ia “nembak” cewek dengan puisi. Dan ia nonton beberapa kali dengan pacarnya waktu itu.

“Saya sangat yakin mantan pacar saya kalau sekarang dia nonton AADC2 dia akan ingat banyak sekali hal. Mungkin saya termasuk salah satu orang yang paling sering nonton AADC. Saya merasa film itu bener-bener berhasil memotret era itu. Kita tidak menemukan banyak di budaya pop Indonesia bagaimana film berhasil memotret budaya pop pada satu era. Itu menurutku yang berhasil dilakukan AADC,” katanya.

Ia mengaku kaget saat Mira Lesmana untuk terlibat dalam film AADC 2. Bulan April lalu, waktu persiapan peluncuran buku puisinya di Jogja, Mira meminta Aan untuk membuat puisi untuk film AADC 2.

“Saya pikir, kenapa tidak? Saya bilang sama mbak Mira, kalau ajakan ini berarti sama dengan saya diberi kesempatan untuk berterimakasih sama AADC,” katanya.

Bagaimanapun, kata dia, ia merasa AADC punya sumbangsih besar sekali. Menurut dia, AADC membuat wajah puisi Indonesia berubah.

“Mau orang akui atau tidak, AADC punya peran besar banget membuat wajah puisi Indonesia sekarang. Jadi orang tiba-tiba juga membaca puisi, anak-anak muda dulu atau orang mungkin pikir cuma yang tua-tua banget, kita nggak membayangkan anak-anak muda bawa-bawa buku puisi, baca puisi. Terlibat di sini sekarang artinya membuat saya sebagai orang yang menulis puisi bisa lebih percaya diri,” katanya.

Ia mengatakan, proses pengerjaan puisi-puisi di AADC2 ini cukup panjang. Ia banyak melakukan riset. Aan bahkan  menonton lagi AADC yang pertama berulang-ulang.

Untuk risetnya, ia banyak membaca buku tentang kota New York, termasuk tentang pendatang yang tinggal di sana. Hal itu untuk menggambarkan suasana ketika orang meninggalkan tanah airnya seperti Rangga.

“Saya mengikuti sejumlah akun Instagram orang-orang yang memotret kota New York supaya saya bisa lihat warna-warninya. Selama sekitar tiga bulan menulis puisi-puisi ini, saya seperti harus meletakkan kepalaku dan memasang kepala Rangga untuk melihat cara berpikir Rangga. Puisi-puisi Rangga di film ini lahir dari cara berpikir Rangga, dan juga persoalan-persoalan yang dihadapi Rangga. Rangga begitu percaya dengan yang disebut sebagai kekuatan kata-kata dan kekuatan bahasa,” katanya.

Ia berharap, dengan masuknya puisi ke dalam film, orang akan kembali percaya dengan kata-kata. Orang jadi lebih memikirkan kalau mau ngomong sesuatu. Terutama buat orang-orang yang akan menonton film ini.

Ia ingin orang kembali percaya dengan kekuatan bahasa. Bukan hanya sebagai alat komunikasi. Bukan hanya sebagai, seperti bahasa yang sekarang dikuasai oleh tema-tema ekonomi, politik.

Menurut dia, orang semakin susah percaya bahwa ada kekuatan lain. Kekuatan imajinasi. Bahasa itu semesta yang besar sekali.

“Kalau kamu jernih berbahasa sebetulnya cara berpikirmu menjadi lebih bagus. Saya ingin puisi-puisi di AADC2 ini menjangkau lebih jauh dari apa yang sudah diraih AADC yang pertama. Ditambah lagi, saya membayangkan orang-orang yang membaca puisi ini adalah orang-orang yang dekat tapi jauh sekali. Penuh paradoks-paradoks seperti itu si puisi ini. Bahwa yang dekat menjadi jauh, yang jauh menjadi terasa dekat. Seperti mendapatkan surat dari orang yang begitu kita rindukan sekaligus kita benci,” katanya.

Saat ini, kata dia, dari project AADC2 ini, ia menjadi akrab dengan Dian Sastro, akrab dengan Adinia Wirasti, dan saling berteman di media sosial.

“Lalu, misalnya, Dian membaca karya saya, dan di-post di akun Instagramnya, sehingga pembaca karya-karyaku menjadi lebih luas. Yang lucu, seperti saat Dian post di Instagram, tiba-tiba ponselku hang, karena banyak banget yang mention berhubung Dian foto sambil baca buku puisiku. Atau di Path, saat saya berteman dengan Dian dan ada tulisan “Friend with Dian Sastro”, tiba-tiba jadi rame banget,” katanya.

Tinggalkan Balasan