Purwokertokita.com – Pembentukan Ombudsman media di wilayah Banyumas dan sekitarnya dinilai sudah mendesak. Arus informasi yang menerpa begitu deras membutuhkan kontrol dari pembaca. Keterbukaan komunikasi antara pembaca dan media, berperan krusial mengembalikan hakikat media massa sebagai ranah publik.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam Focus Group Discussion Pembentukan Ombudsman Media di Rumah Makan Taman Pringgading Purwokerto, Sabtu (10/10) yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Purwokerto. Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Dosen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jenderal Sioedirman (Unsoed) Purwokerto Dr Edi Santoso dan Ketua AJI Semarang M Rofiudin.
Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah perwakilan dari media massa di Banyumas, sejumlah kalangan humas dari institusi pemerintah maupun perguruan tinggi, pengamat media, aktivis pergerakan kampus, dan insan-insan pers mahasiswa.
Rofiudin mengamati, perkembangan media di Jawa Tengah, termasuk Banyumas, sangat dinamis. Saat ini, para pembaca dan pendengar media sudah semakin krtitis. Namun, tidak semua orang paham bagaimana cara merespons informasi yang tersebar di media massa.
“Di tengah perkembangan melek media itu, tantangan bagi media massa bagaimana memberikan saluran bagi publik dalam merespons sajian media. Salah satunya melalui ombudsman,” kata dia.
Rofiudin mencontohkan, masing-masing media memiliki mekanisme sendiri-sendiri bagaimana memberikan saluran bagi masyarakat untuk merespon sajian media. Media-media online bisa besar salah satunya dengan memberi ruang rubrik komentar.
Beberapa media cetak ada rubrik penyampaian keluhan dan tanya jawab. Adapun untuk mendorong adanya dialog yang lebih intensif antara konsumen media dan pengelola media maka di beberapa media memiliki lembaga ombudsman.
Lembaga ini ditujukan untuk ikut mengawasi praktik kerja awak media. Selain itu, lembaga ini untuk mencegah adanya tindakan-tindakan yang tidak baik dilakukan oleh masyarakat dalam merespons sajian media. Misalnya, menggeruduk kantor media, melaporkan media ke aparat penegak hukum dengan delik di luar Undang-undang Pers, serta tindakan-tindakan lain yang bisa menghambat kebebebasan pers.
Edi Santoso menyampaikan, semakin tinggi keberdayaan khalayak, semakin tinggi tuntutan pada media. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kualitas media yang bersangkutan.
Dia mengamati, karakter pembaca media di Banyumas dan sekitarnya perlu difasilitasi dengan keberadaan ombudsman. “Publik di Banyumas sebanarnya punya karakter terus terang dalam menyampaikan persoalan, walaupun cenderung peduli pada harmoni. Dengan ombudsman, kritik dapat disampaikan untuk membangun iklim media yang lebih sehat,” jelas Edi.
Pengamat media yang juga praktisi pendidikan di Banyumas, Agus Wahyudi mengatakan, masyarakat di Purwokerto selama ini cenderung hanya bersifat pasif menerima informasi yang tersaji di media. Padahal, banyak di antara mereka yang ingin menjalin relasi konstruktif dengan pengelola media.
Pemimpin Umum Satelit Post Yon Daryono mengaku sangat mendukung pembentukan lembaga ombudsman media tersebut. Dengan adanya lembaga ombudsman, diharapkan ada dialog untuk saling memberikan pemahaman antara konsumen media dan pengelola media. Penyelesaian masalah dapat ditangani secara proporsional sehingga diharapkan muncul proses pembelajaran bersama.
Kavin Kawindra