AJI Desak KPI Audit Jurnalisme Televisi

Ombudsman111 Dilihat
Pelepasan burung emprit yang dilakukan oleh AJI Purwokerto, Dewan Ombudsman Media Satelit Post dan perwakilan masyarakat Purwokerto untuk melaunching Ombudsman Media Satelit Post, sabtu (16/01). (Yudi Setiyadi/Purwokertokita.com)
Pelepasan burung emprit yang dilakukan oleh AJI Purwokerto, Dewan Ombudsman Media Satelit Post dan perwakilan masyarakat Purwokerto untuk melaunching Ombudsman Media Satelit Post, sabtu (16/01). (Yudi Setiyadi/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Selama ini kita sering disuguhi tayangan berita yang hanya memihak kepentingan pemilik televisi. Di Metro TV, tayangan Bung Brewok atau Surya Paloh sang pemilik televisi bisa sangat panjang durasinya. Atau, Aburizal Bakrie di TV One. Belum lagi Hary Tanoe yang wajahnya kerap muncul di MNC Grup.

Lelah sebenarnya melihat mereka-mereka lagi. Terutama pemberitaan yang sangat tidak independen dan hanya menonjolkan kepentingan mereka.

Nah keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar uji publik terkait dengan perpanjangan izin stasiun televisi adalah upaya memperbaiki kualitas siaran di masa yang akan datang. “Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendukung inisiatif KPI membuka uji publik terhadap 10 stasiun televisi yang akan habis izin siaran pada tahun 2016 ini,” kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Suwarjono, dalam siaran pers yang diterima Purwokertokita.com, Kamis (28/1)

Ia berharap uji publik ini dapat diselenggarakan oleh KPI secara transparan dan hasilnya diumumkan secara terbuka ke publik. AJI mendesak KPI agar tidak membatasi saran yang masuk dari masyarakat pada tanggal 31 Januari 2016, namun terus membuka masukan selama proses perpanjangan izin siaran kesepuluh stasiun tersebut.

AJI Indonesia menyayangkan reaksi pihak ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan sebagian anggota Komisi 1 DPR yang menolak uji publik ini. Masukan masyarakat adalah salah satu bentuk partisipasi yang diamanatkan UU nomor 32/2002 tentang Penyiaran, karena frekuensi yang digunakan stasiun-stasiun televisi tersebut adalah milik publik,
sebagai sumber daya alam yang abadi namun terbatas.

Maka inisiatif KPI ini patut didukung dan tidak perlu ada hal yang ditakutkan pada proses uji publik selama semua proses dilakukan secara transparan dan demokratis.

Catatan AJI Indonesia terkait uji publik pada 10 stasiun televisi (RCTI, SCTV, Indosiar, MNCTV, ANTV, TVOne, MetroTV, TransTV , Global TV dan TV7) yang akan habis masa izin siaran, adalah lebih pada persoalan jurnalistik dan kepemilikan, khususnya di 10 stasiun televisi tersebut. Berikut catatan AJI Indonesia.

1. Masih sering terjadi pelanggaran jurnalistik. Dari data KPI yang ada di website, kesepuluh stasiun TV ini berkali-kali mendapat teguran dan peringatan karena pelanggaran jurnalistik yang mengacu pada P3 dan SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Contoh pelanggaran yang sering muncul adalah penayangan adegan kekerasan, sadistis, perbincangan yang melanggar norma kesopanan, kesusilaan,perlindungan pada anak dan remaja, pelanggaran etika jurnalistik dan lain-lain.

2. Kepentingan politik yang kuat. Pada tahun 2014, AJI menyampaikan musuh kebebasan pers tahun itu adalah penanggungjawab 3 grup stasiun TV yaitu MNC, TVOne dan MetroTV, karena keberpihakan politik dan ketidakberimbangan berita yang mencerminkan pilihan politik para pemilik stasiun televisi tersebut. Hal ini terlihat jelas saat Pemilu
2014.

Oleh karena itu, kami, AJI Indonesia memberikan masukan kepada KPI agar :

1. Mendesak KPI dan Kominfo untuk melakukan audit dan penilaian menyeluruh pada praktek jurnalistik pada 10 televisi. Dan selama masa penilaian/audit, ke 10 televisi tersebut diberi izin uji coba selama satu tahun untuk membenahi standar praktek jurnalistik TV yang sesuai dengan P3 dan SPS.

2. Mendesak KPI dan Kominfo meninjau ulang kepemilikan lembaga penyiaran swasta yang patut diduga terjadi pelanggaran atas UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal 18 ayat (1) menyebutkan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, dibatasi. Peraturan Pemerintah nomor 50/2005 pasal
32 ayat (1) menyebutkan penyelenggaraan penyiaran oleh lembaga swasta, satu badan hukum atau satu orang hanya dibolehkan memiliki dua izin penyiaran yang berlokasi di dua provinsi berbeda.

3. Agar stasiun TV dapat independen melakukan siaran dari intervensi politik pemiliknya, maka selama masa uji coba setahun, para pemilik/pemimpin perusahaan TV yang menjadi pengurus/ketua partai politik harus melepaskan salah satu jabatan, entah sebagai pemilik/pimpinan TV atau pengurus partai politik. Pemilik/pemimpin stasiun televisi dilarang menjadi pengurus partai politik atau memegang jabatan publik.

4. Bila dalam masa uji coba, sebuah stasiun TV tidak dapat memenuhi standar jurnalistik sesuai P3 dan SPS dan masih ada pengurus partai politik dalam pimpinan stasiun TV, maka izin siaran tidak perlu diperpanjang.

“AJI Indonesia berharap membuat uji publik ini tidak hanya diterapkan pada 10 stasiun televisi ini, tetapi menjadi tradisi KPI untuk lembaga-lembaga penyiaran yang lain,” kata Suwarjono menambahkan.

Tinggalkan Balasan