Pembagian Waris Kepada Transgender Dalam Hukum Islam

advetorial271 Dilihat

Latar Belakang

Pembagian waris bagi tiap-tiap ahli waris pada dasarnya sudah diatur didalam Al-Quran. Namun ternyata di Indonesia ada sekelompok orang yang sangat kecil jumlahnya, yaitu Khuntsa / transgender. Di dalam Al-quran dan Al hadist, tidak dijelaskan ketentuan mewaris bagi ahli waris Khuntsa/transgender, jumlah besar bagian yang mereka terima, ataupun halangan mereka untuk mewaris
Hukum waris Islam bersumber pada tiga sumber utama yaitu Al-Quran, Sunnah, dan Ijtihad.

Aturan tentang kewarisan itu telah ditetapkan melalui firman-Nya di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 11. Dimana dijelaskan tentang pembagian warisan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu 2:1.

Namun permasalahan yang semarak pada saat ini tentang kewarisan bagi transgender (Khuntsa).
َّٓلله ُ فِى ِ يُوصِيكُم ُ ٱُ أَوْلََٰدِكُم ْ ۖ لِلذهكَر ِ مِثْل ُ حَظ ِّ ٱ ْلُْنثَيَيْن ِ ۚ فَإِن كُن ه نِسَآء ً فَوْق َ ٱثْنَتَيْن
فَلَهُن ه ثُلُثَا مَا تَرَك َ ۖ وَإِن كَانَت ْ وََٰحِدَة ً فَلَهَا ٱلنِّصْف….”
“Allah mewasiatkan dan memerintahkan kepada kalian perihal pembagian
warisan kepada anak-anak kalian, bahwa warisan itu dibagikan kepada mereka
dengan ketentuan anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat bagian anak
perempuan” (Q.S AN-NISA:11)

Hukum Islam adalah hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya, keadaan bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli waris, atau sampai waria (khuntsa) itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya.

Namun bila waria (khuntsa) tersebut telah menjadi jelas statusnya maka berlaku hukum waris baginya sesuai status jenis kelaminya yang baru. Hambatan mewaris bagi ahliwaris transgender dan bagaimana solusinya, bagi Khuntsa Musykil yang tidak melakukan operasi ubah kelamin bagian khuntsa itu ialah separoh dari dua bagian laki-laki dan perempuan, disebabkan statusnya masih dipertengkarkan oleh para ahli waris.

Aturan itu kemudian ditulis menjadi bentuk fiqh dan sebagai salah satu pedoman dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kewarisan.

Di Indonesia, hukum tentang kewarisan telah menjadi hukum positif yang dipergunakan di Pengadilan Agama dalam memutuskan kasus pembagian maupun persengketaan yang berkenaan dengan harta warisan dan hal tersebut telah dituangkan dalam Buku II Kompilasi Hukum Islam.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam Buku II tentang Waris Pasal 174 ayat (1).
Menurut Al Quran
وان يكن مستحق المال # خنثى صحيح بين الأشكال
اقسم على الا قل واليقين # تحظ بحق القسمة المبين

Artinya: Apabila yang mendapat warisan itu benar-benar khuntsa musykil, berikan kepadanya bagian yang lebih sedikit dan yang diyakini, dan berikanlah haknya apabila telah jelas statusnya.

Pembahasan
Hukum Transgender (Khuntsa) dan Cara Pembagian Warisnya

Untuk transgender (khuntsa) menurut pendapat yang paling kuat, hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya. keadaan bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita.

Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu diantara ahli waris, atau sampai waria itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya.

Makna pemberian hak transgender (khuntsa) dengan bagian paling sedikit menurut kalangan fuqaha mawarits mu’amalah bil adhar yaitu jika transgender (khuntsa) dinilai sebagai wanita bagianya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita; dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki.

Bahkan, bila ternyata dalam keadaan diantara kedua status harus ditiadakan haknya, maka diputuskan bahwa transgender (khuntsa) tidak mendapatkan hak waris.

Bahkan dalam mazhab Imam Syafi’i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya transgender (khuntsa) dalam salah satu dari dua status ( yakni sebagai laki-laki atau wanita ), maka gugurkah hak warisnya.
6 8 6 24
Suami ½ 1 Suami ½ 3 9
Sdr. Kdg. Pr. ½ 1 Ibu 1/3 2 6
Banci lk. – Banci kandung 1 4
52
Suami ½ 1 Suami ½ 3 6
Sdr. kdg.pr. 1/2 1 Sdr. kdg. Pr. 1/2 3 6
Banci lk. – Sdr. Pr.seayah 1/6 1 –

Kesimpulan
Berdasarkan hal diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa waris banci/waria dalam hukum Islam adalah perlu adanya kejelasan status jenis kelamin seseorang yang akan mempertegas status hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai bagiannya.

Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekali tidak ada disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang “air kecil”.

Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan mendapatkan hak waris sebagaimana kaum laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita.

Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa munsykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh. Sehingga bisa mendapat hak waris yang sesuai dengan porsi ditentukan.

Akan tetapi bila seseorang ahli waris ditemukan dua jenis kelamin maka dia tidak akan diberikan hak waris sesuai dengan kalimat yang sangat tegas makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali.

Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, yang artinya tidak ada kejelasan. Karena, setiap insan makhluk hidup/ manusia seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin perempuan.

Mazhab Imam Syafi’i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya banci/waria dalam salah satu dari dua status (yakni sebagai laki-laki atau wanita), maka gugurlah hak warisnya.

Tim Penulis: Aprilia Widiarsih, Naufalia Riska Syiamanda, Yovensa Enggarty Nafebi, Rizky Putri Gista Tiara.
Dosen: Dr. Eti Mul Erowati, SH., MHUM.

DAFTAR PUSTAKA
Bapak Vaozan, S. Pd.I.,M.Pd. ; Alamat : Jl. Lingkar Timur No. 68 RT. 03/RW. 02 Karangkandri, Kesugihan, Cilacap ; Pekerjaan : Guru PAI SMP N 5 Cilacap.
http://eprints.radenfatah.ac.id/1793/1/Skripsi.pdf

Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah di Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto.

Tinggalkan Balasan