Puhua School Dorong Siswa Lestarikan Budaya Banyumas 

advetorial252 Dilihat

PURWOKERTOKITA.COM, BANYUMAS -Sebagai sekolah multikultur berkonsep tiga bahasa, Puhua School tak hanya mendorong siswa-siswinya mahir berbahasa Mandarin, Inggris dan Indonesia saja, namun juga membekali pengetahuan untuk melestarikan budaya Banyumas melalui pelajaran Budaya dan Bahasa Jawa. Mata pelajaran ini tidak saja memperkaya wawasan global anak-anak, tetapi juga budaya lokal.

Di Puhua School pendidikan dan pengetahuan budaya lokal ini begitu penting karena wilayah Banyumas merupakan tempat dimana sekolah berdiri dan bertumbuh hingga saat ini. Sebagai putera-puteri daerah, kewajiban mengenal secara mendalam budaya lokal tempat mereka lahir, tumbuh, dan hidup hingga di masa depan merupakan nilai penting dalam menumbuhkan terus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang diusung Puhua School.

Pembelajaran budaya Banyumasan dalam mapel Budaya dan Bahasa Jawa ini di Puhua School diterapkan tak setengah-setengah. Berbekal semangat Merdeka Belajar, di kelas 12 siswa didorong mendapatkan pembelajaran langsung dari pakarnya dan mengalami langsung setiap pengetahuan budaya dengan arahan guru-guru pembimbing melalui literasi materi yang diberikan sebelumnya. Kemudian anak-anak diberikan tanggung jawab memenuhi pemahaman setiap materi melalui beragam platform dengan memberikan keleluasaan kreativitas pada mereka. 

Ada 5 bidang budaya Banyumasan yang diangkat oleh Puhua School yang dilaksanakan secara terintegrasi. Ada sejarah, batik, tembang, permainan tradisional dan tarian. Pada 15 Desember 2023 anak-anak belajar dengan metode grounded berbasis partisipatif untuk memperoleh pengalaman langsung sejarah kota Banyumas yang disajikan secara komperhensif oleh Bapak Oka Yudhistira P, S.STP, M.Si. yang menjabat sekaligus sebagai Camat Banyumas. Siswa didorong membuat vlog mini berbahan dasar pengetahuan yang dipaparkan pak Oka. 

Lalu budaya kedua adalah tembang Banyumasan yang diciptakan langsung oleh budayawan sekaligus musisi bahasa Banyumasan Bapak Koentarto. Sosok Pak Koen sapaan akrab beliau merupakan ahli tembang yang begitu terkenal di Banyumas. Ia mengajak anak-anak menembang 2 lagu gubahannya yang berjudul “Banyumas Kudu maju” dan Kesenian Banyumasan”. Dari dua tembang ini setiap anak diminta mengaransemen ulang musiknya menggunakan lirik yang dibuat beliau dan direkam. Sungguh keren dan kreatif, ya!

Budaya ketiga adalah pengetahuan mengenai corak batik Banyumasan. Bersama Ibu Iin Susiningsih sebagai pemateri sekaligus koordinator komunitas pembatik Pringmas, anak-anak diperkenalkan pada tiga corak sohor batik Banyumas yaitu motif serayuan, pring sedapur, dan lumbon. Setiap anak wajib menguji langsung bentuk corak di atas kain, dan menuliskan filosofi setiap corak yang dibuat secara detil. Karya siswa menjadi salah satu tugas pembelajaran di mapel ini. Budaya keempat adalah Lengger Wadon dimana siswa diajak menulis karya sesuai susunan makalah ilmiah mengenai budaya ini secara terstruktur.

Terakhir materi budaya banyumasan yang dipelajari siswa adalah permainan tradisional. Dari dua puluhan materi permainan tradisional yang diberikan pada siswa oleh Bapak Sunarto koordinator Dolanan Koena, anak-anak diajak bermain dan mengenal satu per satu tata cara permainan tersebut. Mulai dari enggrang bambu, gledhegan, slumpringan, gangsing dan masih banyak lagi. Lalu dengan pemahaman siswa, para guru meminta siswa menuliskan pengalaman serta tata cara satu permainan yang mereka kuasai setelah mencoba satu demi satu lengkap dengan filosofinya.

Menurut Chen Tao, BA, M.M, Direktur Puhua School, belajar seni dan budaya di Puhua memiliki peran penting dalam pembentukan karakter, tidak hanya mengembangkan kreativitas siswa, tetapi juga membantu mereka memahami dan menghargai keanekaragaman budaya.

“Seni dapat menjadi wadah ekspresi emosional dan meningkatkan keterampilan komunikasi, sementara pemahaman terhadap budaya lain mengajarkan toleransi dan rasa saling menghormati. Secara keseluruhan, integrasi seni dan budaya di sekolah Puhua bertujuan membentuk siswa yang lebih berdaya, terbuka pikiran, dan memiliki nilai-nilai moral yang kuat,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan Oka Yudhistira P, S.STP, M.Si. sebagai Camat Banyumas. Sebagai nara sumber sekaligus pemrakarsa integrasi materi budaya Banyumas bahwa,

“Tantangan saat ini dengan begitu derasnya budaya luar jangan sampai menggeser etika dan jatidiri generasi muda. Belajar mengenal dan memahami budaya lokal berarti berproses mencintai dan melestarikannya. Dengan latar belakang siswa Puhua yang beragam suku maupun agama, mengenalkan budaya Banyumas pada mereka yang lahir, tumbuh, dan hidup di Banyumas merupakan langkah baik yang nyata menjaga budaya sekaligus kecintaan pada asal usul kita agar tak luntur dan punah”.  

Tinggalkan Balasan