PURWOKERTOKITA.COM, BANYUMAS – Hajatan akbar “Banyumas10 Ribu Lengger Bicara” memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri), Sabtu (23/6/2024) di GOR Satria Purwokerto. Ribuan warga menarikan lengger dengan wajah suka cita. Masyarakat Banyumas seperti memiliki Lengger, namun apakah mereka telah menerima Lengger seutuhnya?
Lengger Banyumas mewariskan nilai-nilai adiluhung. Ia mencerminkan corak masyarakat agraris tempo dulu yang religius. Ia juga mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Dan yang paling sulit diterima banyak orang, Lengger mengungkap watak masyarakat Banyumas yang toleran dengan keragaman gender.
Lengger Banyumas memang unik. Ekspresi budaya penginyongan ini dimainkan lelaki yang dirias sedemikian rupa hingga tampak ayu bak seorang wanita. Begitu cantiknya penari Lengger, hingga para penontonya kerap terpesona oleh paras cantiknya.
Tak jarang penonton lelaki kesengsem dengan penari Lengger. Dalam sejarahnya, dikisahkan para pembesar bahkan mengerahkan kuasanya demi memuaskan dahaga birahinya tatkala menyaksikan geolan Lengger.
Namun para penari lengger di era kemudian justru mendapat perlakuan buruk, entah perisakkan atau bahkan perlakuan diskriminatif. Ini di antaranya lantaran keterbatasan pemahaman yang membuat mereka kesulitan menerima persilangan peran gender dalam lengger.
Tatkala lelaki dirias perempuan lalu lenggak lenggok di atas pentas, mereka dipanggil “banci”. Jika sudah dilabeli demikian, ia kesulitan mendapatkan pergaulan sewajarnya.
Lengger semestinya tidak hanya dimiliki sebagai kekayaan seni tradisi belaka. Ia semestinya diterima seutuhnya. Sebab bukan Lengger jika ia kehilangan sebagian unsur pembentuknya. Jika cinta pada Lengger telah purna, maka perhelatan 10 ribu atau 50 ribu sekalipun menjadi semakin bermakna.***