Home Stay Dieng Diusulkan Bebas Pajak

Wisata162 Dilihat
Wakil Bupati Banjarnegara, Hadi Supeno, saat membuka acara sosialisasi. (Dok Humas Banjarnegara)
Wakil Bupati Banjarnegara, Hadi Supeno, saat membuka acara sosialisasi. (Dok Humas Banjarnegara)

Purwokertokita.com – Homestay diusulkan bebas pajak. Sebab homestay merupakan salah satu wujud peran serta langsung masyarakat dalam pengembangan dunia pariwisata. Namun homestya seperti apa yang bebas pajak adalah homestay yang benar-benar memenuhi syarat sebagai homestay. Bukan hotel atau penginapan yang dipalsukan adminsitrasinya sebagai homestay. Demikian Wakil Bupati Banjarnegara, Hadi Supeno saat memberi sambutan dalam sosialisasi homet stay di Dieng.

“Homestay itu ada syaratnya. Salah satunya adalah jumlah kamar maksimal 5. Lebih dari itu bukan lagi homestay. Namanya penginapan atau hotel” katanya.

Pemberian insentif bebas pajak ini, lanjutnya, agar mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Lagi pula homestay di Dieng khususnya, sambungnya, ramainya hanya pada musim tertentu seperti saat kegiatan Dieng Culture Festival. Selain hari itu, kata Hadi, kondisi homestya cenderung sepi.

“Selain itu, penetapan pajak dirasa juga kurang mencerminkan aspek keadilan. Hal ini karena kondisi homestay tidak kontinue ramai namun insidental. Sementara untuk homestay di dalam akan memperoleh tamu jika ada limpahan tamu dari homestay yang berada di di tepi jalan utama” katanya.

Tidak ada pajak, lanjutnya, namun masyarakat harus menjaga kebersihan. “Kalau jorok, coret saja dari daftar homestay” katanya.

Pada tahun 2001, kata Hadi, di Dieng baru ada 4 home stay. Kini di Dieng Kulon saja lebih dari 60 homestay. Ini menunjukan, sambungnya, masyarakat Dieng yang semula petani kentang makin ke sini makin dapat menerima kehadiran pariwisata. Mereka tidak lagi cuek atau hanya menjadi penonton, tapi kini terjun langsung di usaha pariwisata dengan mengambil berbagai peran yang salah satunya adalah menjual jasa homestay.

“Homestya merupakan usaha pariwisata yang tumbuh dari inisiatif masyarakat sendiri. Pemerintah hanya memfasilitasi saja. Dimotori oleh Pokdarwis Dieng Pandawa, usaha homestay ini kemudian tumbuh subur seiring makin banyak event pariwisata di Dieng” katanya.

Berkait dengan usulan penghapusan pajak, Kabid Pendapatan Daerah Lainnya pada DPPKAD, Anang Sutanto, S. STP., mengatakan soal pembebasan bea pajak untuk homestay diperbolehkan asal memang itu untuk homestay. Jika pertimbangan memenuhi seperti omsetnya kecil, bukan termasuk sarana industri pariwisata besar, dan keberadaannya menjadi bagian fasilitas pendukung pariwisata yang pemerintah sendiri belum mampu menyediakannya.

“Syaratnya buat surat ke Bupati minta dibebaskan pajak” katanya.

Pajak homestay itu 10% dari omset. Dari pengalaman tahun lalu, lanjutnya, dari yang mendaftar 90 homestay setelah dikaji ternyata sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai homestay karena sejumlah alasan salah satunya jumlah kamar lebih dari 5 buah.

“Homestya dipungut pajak untuk memenuhi asas keadilan. Karena penginapan dan hotel yang mempunyai segmen sama dipungut mengapa homestya tidak. Meskipun dengan kondisi fluktuasi pariwisata membuat upaya ini kurang ekonomis, namun karena begitu bunyi aturannya” katanya.

Staf Kementrian Pariwisata Ambarukmi menambahkan homestay rumahan adalah homestay yang dikelola pemiliknya dengan memanfaatkan sebagian atau seluruh rumah untuk disewakan kepada tamu dan maksimal 5 kamar. Dengan melihat pada fenomena pariwisata yang makin berkembang dan tingkat kunjungan wisata yang meningkat, maka homestya ini menjadi pilihan yang tepat untuk pariwisata berbasis masyarakat.

“Disamping harga relatif murah dan terjangkau, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena dapat menjadi tambahan penghasilan” katanya.

Kavin Kawindra

Tinggalkan Balasan