Purwokertokita.com – Tak ada kata terlambat, mungkin kata itu yang sepintas terbersit saat melihat kegigihan Mbah Karsini dan Saminem berjibaku mengerjakan soal ujian nasional (UN) paket A.
Selama tiga hari, dua perempuan berusia senja dari Desa Suro Kecamatan Kalibagor itu mencoba belajar untuk mengerjakan lima mata pelajaran yang dihadapi mereka, yakni, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Sesekali tangan-tangan keriput itu mendekatkan kertas soal ujian IPA mendekati sumber penglihatan di ruang yang dijadikan tempat ujian di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kalibagor, Banyumas.
“Ya itu kesulitan yang dihadapi para sepuh, penglihatan mereka kurang baik. Sehingga kami menyediakan juga kacamata baca untuk yang memerlukan,” ujar penyelenggara ujian nasional kesetaraan paket A, B dan C SKB Kalibagor, Sugi Rahayu, saat ditemui usai ujian, Rabu (18/5).
Dari data penyelenggara ujian, ada 20 peserta yang terdaftar ikut ujian nasional paket A tahun ini. Namun, tiga di antaranya tidak bisa mengikuti ujian karena sakit. “Sisanya hanya 17 peserta yang ikut ujian,” ucapnya.
Sugi mengemukakan, 17 peserta tersebut berasal dari dua kelompok belajar yang diselenggarakan di Desa Suro Kecamatan Kalibagor dan Kecamatan Banyumas. Saminem menjadi peserta yang paling tua dalam ujian kali ini. “Bu Sawinem ini kelahiran tahun 1935, jadi usianya sekitar 81 tahun,” jelas Sugi.
Sedangkan Karsini, jelas Sugi, berusia 68 tahun dan sudah memiliki enam cucu. Karsini mengaku dalam menghadapi ujian nasional ini, kerap mengerjakan soal-soal try out dan bertanya kepada sang cucu.
“Saya hanya persiapan mengerjakan soal latihan dibantu cucu,” kata Karsini yang saat ujian ditunggu sang cucu.
Diakuinya, semua soal yang dihadapinya saat ujian terasa sulit. Kesulitan tersebut, diakuinya, lantaran keterbatasan penglihatan. “Ya mungkin kalau bisa terbaca lebih jelas akan lebih mudah mengerjakannya,” ujarnya.
Karsini mengaku tidak malu untuk mengikuti ujian nasional paket A yang setara dengan sekolah dasar tersebut. Justru, ia merasa lebih muda jika bisa belajar untuk menghadapi ujian sekolah.
Pun serupa dengan Karsini, Saminem malah ingin menunjukkan kepada generasi muda agar jangan mudah menyerah. “Saya ingin agar anak cucu bisa termotivasi,” katanya singkat.
Menurut Sugi, rata-rata yang ikut ujian paket A ini adalah orang-orang berusia lanjut. Dari 17 yang ikut ujian, nyaris setengahnya berusia lebih dari 60 tahun. “Semuanya yang usia lanjut, rata-rata termasuk keaksaraan fungsional atau buta aksara,” jelasnya.
Sedangkan, ujar Sugi, sisanya biasanya putus sekolah saat kelas IV atau kelas V. Ujian paket A tersebut, merupakan kali pertama setelah beberapa tahun tidak pernah diselenggarakan di SKB Kalibagor.
“Terakhir tahun 2006 kalau tidak salah penyelenggaraan ujian nasional kejar paket A. Saat itu, pesertanya lumayan banyak dibanding sekarang,” ucapnya.
Faktor banyaknya peserta ujian paket A saat itu, ungkap Sugi, lantaran ujian nasional dijadikan parameter kelulusan siswa. Akibatnya, banyak siswa yang tidak lulus saat UN SD kemudian ikut ujian paket A untuk lulus.
“Kalau dulu banyak sekali, tetapi sekarang jauh berkurang karena ujian nasional sudah tidak menjadi parameter untuk kelulusan,” ucapnya.
Meski begitu, Sugi melihat semangat para lansia untuk mengikuti ujian nasional paket A ini perlu dicontoh. “Semangatnya luar biasa, dan ini sebenarnya bisa memotivasi anak sekolah untuk terus belajar dan termotivasi agar bisa lulus dalam ujian sekolah,” ucapnya.