Purwokertokita.com – Lantaran merasa miris dengan tingginya angka kecelakaan penderes, Tri Agus Triyono, warga Banyumas menciptakan alat bantu memanjat pohon kelapa. Alat bernama BOCX 1 ini juga bisa digunakan untuk memanjat pohon keras lainnya.
Tri menuturkan, alat yang sudah diuji coba beberapa kali ini dibuat berdasar pengalamannya sebagai instruktur outbond, pendaki gunung dan olahraga alam bebas. Rangka alat ini terdiri dari dua baja ringan berbentuk segitiga dan sling baja untuk menopang kaki serta sebagai tempat duduk.
“Alat ini juga dilengkapi carabiner, tali webing serta sadel sepeda untuk keamanan dan kenyamanan. Apabila ditimbang, BOCX 1 hanya seberat kurang lebih 5 kilogram, namun mampu menahan beban hingga 250 kilogram,” ujarnya, Jumat (23/2).
Tri menjelaskan, cara kerja alat bantu bantu memanjat pohon ini mirip orang yang menaiki becak, bagian kaki harus menggenjot pedal untuk mendaki pohon, sementara bagian tangan mengontrol tali sling baja yang mengikat pohon.
Jarak antara bagian sadel dengan pijakan sekitar satu lengan. Penumpangnya duduk di sadel yang tersedia di bagian atas, sementara bagian kaki melakukan gerakan mencungkil seperti sedang mengubah transmisi pada sepeda motor.
“Si pemanjat pohon juga bisa leluasa beristirahat saat lelah memanjat dengan duduk di sadel. Pinggang pun selalu terikat dengan tali webing, memperkecil kemungkinan jatuh dari pohon ketika berada di ketinggian,” katanya.
Pegiat Aliansi Pariwisata Banyumas (APB) ini menuturkan, ide pembuatan alat ini berawal dari keprihatinan tingginya angkat kecelakaan penyadap nira kelapa di Banyumas. Tahun 2017 lalu, 129 petani penderes mengalami kecelakaan. Selain mengalami cacat fisik, tak jarang yang berujung kematian.
Padahal, potensi hasil perkebunan kelapa di wilayah ini cukup tinggi. Tetapi hal itu berbanding terbalik dengan jaminan keamanan dan kesehatan untuk para penyadap.
“Saat saya mulai merakit alat ini, banyak tetangga yang meremehkan. Mereka bilang “lebih ribet”. Karena harus memasang alat tersebut sebelum memanjat. Beda dengan penderes yang terbiasa tanpa alat bantu,” tuturnya.
Menurut Tri, kerumitan itu sebenarnya merupakan masalah sepele. Apabila sudah terbiasa menggunakan alat tersebut, penderes pasti memanjat dengan cepat.
Beberapa pekan setelah alat ini diluncurkan, Tri mengaku sudah ada beberapa pihak yang menawar alat ini. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan pengusaha.
Penasehat APB, Deskart Sotyo Jatmiko menuturkan, profesi penderes merupakan produk budaya masyarakat yang masih bertahan hingga saat ini. Namun, tingginya angka kecelakaan kerja dapat menyebabkan pekerjaan ini semakin ditinggalkan.
“Badeg, nira, gula Jawa, sampai gula kristal itu hasil produk budaya masyarakat, utamanya di pedesaan. Hasil bumi ini kelak akan punah apabila profesi penderes sudah tidak ada yang menekuni lagi,” kata dia.
Menurut Deskart, teknologi BOCX 1 ini masih bisa dikembangkan lagi. Kelak, memanjat pohon dengan alat tersebut bisa menjadi salah satu atraksi wisata yang dikemas dalam paket wisata Kidul Gunung.
Ketika diuji coba di Agro Karang Penginyongan beberapa waktu lalu, salah satu penderes asal Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok, Murokib (43) mengatakan, alat ini lebih aman saat digunakan. Pasalnya, alat ini mampu menopang beban lebih besar, dan bisa dijadikan tempat beristirahat jika kelelahan.
“Kalau rumitnya itu tergantung kebiasaan. Kalau sudah terbiasa pasti (kerjanya) cepat,” ujarnya. (NS-)