Orang Tua Tontowi Ahmad Berbagi Kunci Kesuksesan

Ragam148 Dilihat
Pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir berhasil meraih emas pertama Olimpiade Rio 2016 di Brazil usai mengalahkan ganda campuran asal Malaysia, Rabu (17/8).(source: badmintonindonesia.org)
Pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir berhasil meraih emas pertama Olimpiade Rio 2016 di Brazil usai mengalahkan ganda campuran asal Malaysia, Rabu (17/8).(source: badmintonindonesia.org)

Purwokertokita.com – Kemampuan permainan bulutangkis Tontowi Ahmad yang menjadi duet Liliyana Natsir dalam nomor ganda campuran patut diacungi jempol. Pasangan ganda campuran yang pernah meraih juara dunia di tahun 2013 ini, sekarang menjadi simbol kejayaan bulutangkis Indonesia dengan meraih emas olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Rabu (17/8) lalu.

Untuk menjadi pemain yang handal seperti Tontowi Ahmad, tidak hanya memiliki kemampuan yang mumpuni. Tetapi juga membutuhkan dukungan dan semangat orang tua sepenuhnya agar mental anak tak mudah menyerah. “Dibutuhkan ketelatenan orang tua untuk mendukung agar anak bisa berprestasi,” ujar ayah Tontowi Ahmad, Muhammad Husni.

Husni mengakui, jika dirinya yang memperkenalkan Tontowi Ahmad untuk terjun dalam dunia olahraga bulutangkis. Sejak kelas tiga sekolah dasar, Owi (panggilan akrabnya) ‘dipaksa’ untuk latihan bulutangkis di dekat rumahnya.

“Saat itu yang melatih saya sendiri. Pertama kali memang kami arahkan, atau kata orang sini ‘dipaksakan’,” ujar mantan atlet bulutangkis dalam kejuaraan antarmahasiswa Se-Yogyakarta tahun 1978 ini.

Bakat Owi di bidang bulutangkis pun mulai terlihat. Latihan yang dilakoni Owi dilakukan usai waktu sekolah selama dua jam tiap harinya dan latih tanding mengasah kemampuan anak bungsu dari tiga bersaudara ini semakin mengkilap.

“Saat SMP, Owi pernah bertanding melawan musuh bebuyutan saya di lapangan badminton. Saya sering kalah kalau melawan orang ini, tetapi saat melawan Owi malah musuh bebuyutan saya ini yang kalah. Saat itu, musuh bebuyutan saya mengakui bakat olahraga yang dimiliki Owi,” kenangnya.

Meski demikian, kebandelan Owi kerap muncul. Bahkan, jelas Husni, beberapa kali Owi mangkir dari latihan yang dilakukan bersamanya. “Kebandelan Owi itu, kadang dia nggak mau main kalau tidak ada uang. Pernah suatu ketika, saya bilang ke Owi, kalau kamu main dan bisa menang saya kasih uang Rp 20 ribu. Ternyata, dia bersedia dan menang,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Kali pertama bermain bulutangkis, Owi dilatih untuk bermain dalam nomor tunggal putra. Menurut Husni, keistimewaan Owi karena memiliki pukulan smash yang keras dan tajam. “Selepas SMP, Owi kemudian diminta untuk bergabung dengan klub olahraga yang dimiliki Argo Pantes di Tangerang. Selama di Argo Pantes, beberapa kejuaraan yang diikutinya kerap membuatnya membawa pulang medali,” jelasnya.

Kemampuan dan prestasi ini pula yang membuatnya terus menarik perhatian pencari bakat bulutangkis. Setelah di Argo Pantes, Owi kemudian melanjutkan prestasinya di Gresik Jawa Timur. “Selama di Gresik, Owi juga berhasil menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam nomor ganda putra. Bahkan, ia sempat lama berada di Gresik hingga lulus sekolah,” ujarnya.

Perjalanan karir Owi tergolong mulus, karena didukung orang tua dan bakatnya yang terus terasah. Setelah dari Gresik, Owi sempat dipanggil untuk masuk klub Djarum yang dikenal sebagai pencetak atlet handal dalam bulutangkis di Indonesia.

“Selama di Djarum, sekitar tahun 2005, ia hanya kurang lebih dua bulan berada di sana. Tak lama, Owi dipanggil untuk ikut pelatnas bulutangkis,” katanya.

Selain dididik dalam olahraga, ayahnya juga ikut mendidik Owi dalam bidang keagamaan. Husni yang pernah nyantri di Gontor, mengakui kerap mengajarkan ngaji kepada anak-anaknya.

“Agama ya mesti kuat, selain ngaji juga disandingi dengan fiqh untuk tuntunannya. Karena saya tekankan, olahraga hanya sekilas saja di dunia. Harapan saya, lewat olahraga ini juga bisa menjadi syiar agama juga,” ucapnya.

Tontowi Ahmad sendiri, diakuinya, pernah mencoba ikut nyantri di salah satu pesantren di daerah Ploso, Kediri, Jawa Timur. Diakuinya, Tontowi hanya kuat bertahan beberapa hari saja, karena tidak kuat.

“Banyak yang beranggapan, Owi lari dari pesantren saat itu. Tetapi, sebenarnya yang terjadi, dia tidak betah hanya sanggup beberapa hari saja. Meski begitu, setiap bertanding pasti kami selalu meminta doa dari para santri di Ploso,” ujarnya.

Selain, penguatan di dalam agama, ia berharap orang tua yang melihat anaknya berbakat dalam bidang apa pun untuk selalu mendukung dan mendorongnya lebih maju. Diakuinya, banyak bakat yang muncul di Banyumas dalam bulutangkis, namun hal tersebut kerap terganjal dari faktor orang tua.

“Banyak orang tua yang tidak menyetujui dengan keinginan anaknya. Saya sering melihat itu, banyak anak berbakat tapi tidak ada dukungan orang tua,” katanya yang saat ini mendirikan PB Ragil di dekat Pasar Wijahan Kemranjen, Banyumas.

Karena itu, ia meminta agar orang tua selalu mendukung bakat dan arah perkembangan anak untuk bisa berhasil dalam bidang yang diinginkannya. “Sebagai orang tua, tentunya perlu juga mendorong anaknya untuk selalu berlatih dan berdoa. Karena dua kunci itu yang bisa membawa keberhasilan,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan