Museum BRI Purwokerto, Sejarah Berdirinya Bank Pemerintah Pertama di Indonesia

Ragam556 Dilihat
Museum BRI Purwokerto yang terletak di Jalan Jendral Sudirman No 55 Purwokerto, Jawa Tengah.

Purwokertokita.com – Siapa yang tidak tahu Bank Rakyat Indonesia (BRI), bank milik pemerintah Indonesia ini memiliki jaringan terluas di seluruh wilayah nusantara. Kota Purwokerto, Jawa Tengah menjadi saksi berdirinya bank BRI yang merupakan bank pemerintah pertama di Indonesia. Bukti sejarah itu terlukis jelas dari bangunan museum BRI Purwokerto yang diresmikan pada 16 Desember 1990.

BRI pada awalnya didirikan pada 16 Desember 1895 oleh Raden Aria Wirjaatmadja, seorang patih yang bertugas di Purwokerto. Pada waktu itu bank pertama milik kaum pribumi ini memiliki nama De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Penolong dan Tabungan bagi Priyayi di Purwokerto).

Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, bank ini mengalami beberapa kali perubahan nama, yaitu berubah menjadi De Poerwokertosche Hulp-en Lanbouw Credietbank. Selanjutnya berganti nama De Poerwokertosche Hulp spaar-en Lanbouw Credietbank yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Volksbank (Bank Rakyat). Pada tahun 1912 berubah menjadi Centrale Kas Voorhet Volkscredietwezen, yang kemudian pada masa penjajahan jepang tahun 1942 berubah lagi menjadi Syomin Ginko.

Pergantian nama terus terjadi, pada tahun 1960 berubah menjadi Bank Koperasi, Tani dan Nelayan (BKTN); tahun 1965 menjadi Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan; yang selanjutnya menjadi Bank Indonesia Unit II Bidang Rurai; tahun 1967 kemudian berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia. Pada 1 agustus 1992 berdasarkan UU Perbankan No 7 Tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT Bank Rakyat Indonesia (persero), yang kepemilikannya 100% di tangan pemerintah Republik Indonesia.

Sejarah Kepeloporan Patih Wirjaatmadja

Pada tahun 1894 seorang guru penduduk Banyumas mengadakan pesta secara besar-besaran dalam rangka mengkhitankan anaknya. Raden Bei Aria Wirjaatmadja yang saat itu menjabat sebagai patih menghadiri hajatan tersebut dan merasa heran. Menurutnya tidak mungkin gaji seorang guru pada waktu itu cukup untuk membiayai pesta tersebut.

Patih Wirjaatmadja menanyakan sumber biaya pesta pada guru tersebut, ternyata guru itu berhutang kepada seorang rentenir dengan bunga yang sangat tinggi. Patih Wirjaatmadja lantas menawarkan bantuannya, dia menawarkan untuk memberikan pinjaman dengan bunga rendah guna melunasi hutang guru tersebut. Jangka waktu pelunasannya pun cukup panjang yaitu 20 bulan, sehingga cicilan bulanannya sangat ringan dan terjangkau oleh kemampuan seorang guru.

Dengan senang hati guru itu menyutujui tawaran Patih Wirjaatmadja. Patih Wirjaatmadja pun menggunakan uang pribadinya untuk melunasi hutang guru tersebut, sehingga hutangnya beralih kepada sang Patih. Dengan uluran tangan ini, sang guru terbebas dari jeratan sang rentenir.

Pada kenyataannya bukan hanya guru tersebut yang terjerat hutang pada rentenir. Saat itu banyak diantara pejabat pangreh praja (pegawai negeri bangsa Indonesia) yang terlilit hutang dengan bunga tinggi dan menghadapi kesulitan dalam pengangsurannya.

Karena dikenal sebagai pegawai dan ahli keuangan yang baik, Patih Wirjaatmadja mendapat kepercayaan untuk mengelola uang kas masjid yang jumlahnya pada bulan April 1894 mencapai F.4000,- (empat ribu gulden/rupiah Belanda). Dengan uang tersebut, Patih Wirjaatmadja memperluas penggunaan kas masjid itu untuk pinjaman kepada para pegawai negeri, para petani, dan tukang yang terjerat hutang.

E. Sieburgh, atasan Patih Wirjaatmadja mengetahui penggunaan uang kas masjid tersebut. Dengan alasan uang khas masjid hanya boleh digunakan untuk kepentingan masjid, turunlah surat perintah tertanggal 21 April 1894 agar uang khas masjid tersebut segera dikembalikan.

E. Sieburgh kemudian mengetahui maksud baik dan kejujuran Patih Wirjaatmadja, dia menyebarkan surat edaran untuk mengumpulkan “dana penolong” dan dalam waktu yang tidak lama terkumpullah uang lebih dari F.4000,-.  Selain untuk mengembalikan uang kas masjid, dana yang terkumpul dari masyarakat Purwokerto (termasuk orang-orang Eropa) tersebut, juga dimanfaatkan untuk meneruskan kegiatan simpan pinjam yang telah dirintis oleh Patih Wirjaatmadja.

Pada 16 Desember 1895 didirikanlah sebuah lembaga sederhana bernama De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Penolong dan Tabungan bagi Priyayi di Purwokerto), yang kemudian sekarang kita kenal sebagai PT Bank Rakyat Indonesia (persero).

Selain koleksi benda-benda sejarah berdirinya Bank Rakyat Indonesia di Indonesia. Museum BRI Purwokerto juga memiliki koleksi lengkap sejarah mata uang di Indonesia yang sudah ada sejak jaman kerajaan Majapahit, serta alat-alat pendukung sistem perbankan lain dengan runtutan perkembangannya. Bagi anda yang penasaran dengan Museum BRI Purwokerto anda bisa mengunjunginya secara gratis. Museum ini terletak di Jalan Jendral Sudirman No 55 Purwokerto, Jawa Tengah. (YS)

Tinggalkan Balasan