Menilik Wayang Suket yang Bakal Jadi Motif Batik Khas Purbalingga

Ragam351 Dilihat
Wayang Suket, salah satu potensi kerajinan di Purbalingga yang akan diangkat menjadi motif batik khas Purbalingga.

Purwokertokita.com – Wayang Suket, kerajian anyaman dengan bahan dasar rumput yang sudah berkembang sejak puluhan tahun di Kabupaten Purbalingga bakal dijadikan salah satu motif batik khas Purbalingga.

Kepala Bagian Perekonomian Setda Purbalingga, Edhy Suryono mengatakan, wayang suket memiliki keunikan tersendiri dan merupakan kerajinan yang hanya satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia.

“Kita punya potensi kerajinan wayang suket yang hanya satu-satunya di Indonesia, bahkan dunia. Wayang suket ini kan hanya ada di Purbalingga sehingga potensi ini akan kita kembangkan ke depan untuk menjadi salah satu motif batik khas Purbalingga,” kata Edhy Suryono, Senin (8/10).

Edhy menyampaikan hal ini terkait dengan akan diadakannya Lomba Desain Motif Batik bertema Wayang Suket. Lomba desain batik kali ini memang sengaja mengambil tema Wayang Suket.

Menurut Edhy, motif Wayang Suket ini bisa dijadikan ikon motif batik khas Purbalingga disamping motif lawa yang memang sudah berkembang pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan.

“Untuk lomba desain motif batik khas Purbalingga Wayang Suket, harus aplikatif sebagai batik tulis, batik cap dan pakaian,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Lomba Desain Batik Khas Purbalingga dengan tema “Wayang Suket” dapat diikuti oleh masyarakat Purbalingga baik dari pelajar, mahasiswa, perajin batik maupun profesi lainnya yang dibuktikan dengan KTP Purbalingga. Peserta membuat desain batik berwarna pada media kertas manila putih berukuran A3.

Menurut catatan dari Ina Farida, jurnalis warga Desa Sumampir, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Wayang Suket pertama kali dibuat oleh Kasan Wikrama Tunut atau yang lebih dikenal dengan Mbah Gepuk. Lewat keterampilannya, rumput atau suket disulap menjadi berbagai bentuk tokoh wayang. Hingga pada tahun 1995 Mbah Gepuk mengadakan pameran Tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta.

Kisah Mbah Gepuk perlahan menghilang seiring meninggalnya sang maestro wayang tersebut. Tak banyak orang yang memiliki keahlian untuk meneruskan warisan Mbah Gepuk.

Di daerah asalnya, Desa Bantarbarang, Rembang, Purbalingga hanya ada dua orang yang mampu membuat anyaman wayang suket ini, Ikhsanudin dan Badrianto lah yang kini melestarikannya.

Ikhsanudin belajar membuat wayang suket dengan melihat foto wayang karya Mbah Gepuk dari Buku Katalog Pameran yang dia dapatkan ketika Mbah Gepuk pulang dari pameran di Jogja tahun 1997.

Ada perbedaan rumput yang digunakan, wayang yang dibuat oleh Ikhsanudin dengan wayang Mbah Gepuk. “Kalau saya menggunakan media dari rumput yang tumbuh di pinggir jalan, sedangkan Mbah Gepuk menggunakan suket yang warga sini menamakan suket Kasuran,” kata Ikhsanudin.

Membuat Wayang Suket membutuhkan keterampilan yang ekstra. Satu wayang ukuran kecil sekitar 30 cm membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk menganyamnya, sedangkan untuk ukuran yang lebih besar bisa mencapai satu bulan. Tingkat kesulitan sendiri tergantung dari jenis tokoh yang akan dibuat. Simak ulasan lengkap tentang Wayang Suket melalui website Desa Sumampir. (YS)

Tinggalkan Balasan