Mengenang Kembali Bioskop Cahyana (Bagian 2)

Ragam239 Dilihat
Tulisan Cahyana masih terbaca di gadung bioskop Cahyana. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Tulisan Cahyana masih terbaca di gadung bioskop Cahyana. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Film Indonesia pernah sangat digemari oleh penikmat film di Banjarnegara. Mereka bahkan rela antre berjam-jam demi untuk melihat idolanya nongol di layar lebar. Bioskop Cahyana menjadi salah satu saksi bisu perjalanan perfilman Indonesia.

Yanto, 48 tahun, masih ingat betul bagaimana Rhoma Irama si Satria Bergitar membuat rakyat Banjarnegara berkumpul di Bioskop Cahyana. “Orang dari gunung berbondong-bondong datang ke bisokop,” kata dia yang kini berjualan pepes ayam di depan bekas Bioskop Cahyana, saat ditemui Purwokertokita.com, Ahad (3/4).

Ia mengatakan, pemutaran film dilakukan pada tiga sesi yakni pukul 14.00, 16.00 dan 19.00. Kalau ada film baru yang ngehits, juga ada pemutaran tengah malam atau midnight.

Selain menjadi pusat hiburan, gedung ini juga menjadi lokasi mencari rezeki. Terutama bagi para calo tiket yang menjual tiket lebih lama dibanding harga asli. Tak ketinggalan, para pencopet juga mendapatkan rezekinya terutama jika ada film yang ramai ditonton.

Bioskop zaman dahulu adalah anomali bioskop zaman sekarang. Jika sekarang penonton tak boleh merokok di dalam bioskop, zaman dulu diperbolehkan. Ruangan pekat asap. “Kami bebas udad udud di dalam ruangan sambil makan makanan yang dijual di kantin depan,” katanya.

Film yang pasti selalu ramai jika diputar adalah film yang dibintangi Rhoma Irama. Apapun judulnya, jika Rhoma main, pasti penontonnya berjubel.

Lahan parkir di depan bioskop penuh sesak. Antrean mengular hingga ratusan meter. Meluber hingga jalan raya depan bioskop. Dan tentu saja, calo tiket dan pencopet panen rezeki.

Antrean semakin panjang karena hanya ada dua loket tiket. Lubang tiket hanya muat untuk satu tangan sehingga kadang-kadang ada tangan-tangan terluka karena berebut membayar tiket melalui lubang yang sempit itu. Belum lagi orang pingsan karena tergencet penonton lain saat antre tiket.

Suasana di dalam bioskop pun tak kalah seru. Sorak sorai penonton membahana saat jagoannya keluar. Umpatan pun keluar saat tokoh antagonis muncul di layar film. “Tidak ada yang merasa terganggu dengan suara sorak sorai itu. Semua bergembira menikmati film,” kata Yanto yang penggemar berat Rhoma Irama itu.

Saking ramainya, film yang dibintangi Rhoma Irama bisa diputar berminggu-minggu. Sedangkan film yang dibintangi Suzana biasanya bertahan hingga seminggu. Film lainnya yang banyak ditunggu adalah film Trio Warkop DKI Dono Kasino Indro. Juga film India dengan tuan Takurnya, cukup laku saat itu.

Yanto menyebutkan, gedung ini tutup sekitar tahun 1996. Saat itu masyarakat mulai mengenal VCD dan DVD. Gedung inipun kini tinggal kenangan. Atapnya sudah tidak ada. Rumput liar memenuhi sekujur tubuh gedung. Merambah hingga bangunan atas. Cahyana kini mirip rumah hantu.

Patung Dawet Ayu, ikon Kabupaten Banjarnegara yang terletak di alun-alun Banjarnegara. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Patung Dawet Ayu, ikon Kabupaten Banjarnegara yang terletak di alun-alun Banjarnegara. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia, Djonny Syafruddin mengatakan, seiring tumbuhnya perfilman nasional, kini sudah saatnya membangun kembali gedung bisokop di daerah-daerah. “Setelah peresmian gedung bioskop di Banjarnegara, selanjutnya adalah di Cilacap,” katanya.

Di Banjarnegara, kini sudah ada gedung bioskop baru dengan tiga ruang putar. Di Cilacap juga sama, ada tiga ruang putar yang disiapkan.

Berkecimpung di bisnis bioskop sejak 1975, Djonny mengklaim saat ini dirinya fokus mengembangkan bioskop non jaringan. “Ya tanggung jawab sebagai Ketua Umum GPBSI yang di daerah-daerah perlu kita bantu. Yang di atas (bioskop jaringan) sudah bisa jalan sendiri,” katanya.

Jawa Tengah, kata Djonny termasuk daerah potensial bisnis bioskop. Terlebih sejarah mencatat beberapa kota kecil sudah memiliki bioskop dan menjadi idola di zamannya. Seperti Banjarnegara, Surya Yudha Cinema menjadi semacam obat kangen untuk masyarakat yang dulu hobi nonton di Cahyana Bioskop.

“Untuk Jawa Tengah kita sudah mulai di E-Plaza Semarang , Gajah Mada Cinema Tegal, Borobudur Pekalongan. Saya yakin pasar di Jawa Tengah bagus. Kepada masyarakat, mari kita dukung danramaikan bioskop,” ujarnya berharap.

Selain wilayah kota, Cilacap Barat juga memiliki sejarah hiburan rakyat bioskop. Sebut saja misalnya, Tjahaya Theater dan Bioskop President. Keduanya memiliki segmen berbeda, tapi hanya berjarak sekitar 1 kilometer. Keduanya kini tinggal kenangan, hanya tersisa gedung menjadi saksi bisu.

Tinggalkan Balasan