Ketika Warga Jepang Bermain Calung, Orang Banyumas Mau Bilang Apa?

Ragam280 Dilihat
Grup calung Kulu-kulu yang beranggotakan warga negara Jepang tampil dalam Pagelaran Seni Ebeg dan Calung di Perum Limas Agung Blok P8, Kelurahan Bancarkembar, Purwokerto, Sabtu (24/3) malam. (NS/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Dua lagu Banyumasan, Ricik-ricik dan Eling-eling dimainkan dengan luwes oleh Kayo Kimura dan lima pengrawit lainnya yang tergabung dalam grup calung Kulu-kulu. Para pengrawit yang merupakan warga negara Jepang ini tampil dalam Pagelaran Seni Ebeg dan Calung di Perum Limas Agung Blok P8, Kelurahan Bancarkembar, Purwokerto, Sabtu (24/3) malam.

Para penonton pun merapat ke dekat panggung kecil di depan pendapa kediaman sesepuh Padepokan Tundan Belis, Suherman. Mereka penasaran dengan para pengrawit yang berasal dari Negeri Sakura yang sengaja datang ke Banyumas untuk belajar musik calung.

Menurut Kayo Kimura, grup calung Kulu-kulu sebetulnya dibentuk bukan untuk pementasan, melainkan hanya untuk pembelajaran. Ada 25 mahasiswa yang berguru kepada Kayo.

“Kami belajar lebih dari sepuluh tahun. Setiap dua tahun sekali, kami belajar di Surakarta dan Banyumas,” kata Kayo, yang juga dosen kesenian di Universitas Tokyo ini.

Kayo, yang menjadi penabuh kendang ini mengatakan, musik calung memiliki keunikan tersendiri, selain bagus, iramanya sangat rancak dan dinamis.

“Saya jatuh cinta pada calung,” katanya.

Selain belajar calung, dia dan rekan-rekannya juga mempelajari gamelan Solo. Dia berharap, suatu ketika dia akan membawa teman-temannya untuk menggelar pementasan musik calung di Indonesia.

Dosen Institut Seni Indonesia Surakarta, Darno Kartawi menuturkan, pertemuannya dengan Kayo Kimura cs ini terjadi tahun 2005 lalu. Saat itu, Kayo berkeinginan untuk mempelajari calung Banyumas.

“Tapi dia kesulitan mencari pelatih yang punya metode berlatih yang bagus. Akhirnya datang ke ISI dan bertemu saya. Setelah dia tertarik, setiap tahun dia datang,” kata dia.

Pria asli Banyumas ini mengatakan, setelah Kayo menguasai beragam instrumen dan teknik gendingan, Darno mengajak perempuan itu untuk belajar di beberapa grup calung di Banyumas. Tujuannya untuk menularkan ilmunya kepada orang lain.

Kayo juga disarankan untuk membentuk komunitas calung di Jepang yang mengembangkan musik Banyumasan ini.

“Saya dan Kayo juga membuat perjanjian, untuk dibantu memotivasi warga Banyumas dan mengubah pemikiran yang menganggap seni calung itu kuno. Setelah warga Jepang bisa memainkan musik calung, orang Banyumas bisa bilang apa?” ujarnya. (NS/YS)

Tinggalkan Balasan