Jamasan Pusaka dan Membaca Pertanda Zaman

Ragam274 Dilihat
Sesepuh Paguyuban Jamasan Pusaka Desa Kalisalak melakukan prosesi jamasan di Langgar Jimat, tempat semua pusaka peninggalan Amangkurat I, Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677. (NS/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Di sebuah sumur yang berjarak sekitar 300 meter dari Museum Pusaka Kalibening, Desa Dawuhan, Banyumas, lebih dari 200 tosan aji dan benda-benda pusaka lainnya dicuci.

Berbekal kemenyan, bunga hingga kain putih sebagai penutup, beberapa lelaki dan perempuan berpakaian adat Banyumas bertelanjang kaki menuju sumber mata air yang dikeramatkan ini.

Setelah pencucian selesai, benda-benda itu dibawa kembali ke Museum Pusaka untuk dijemur dan dihitung. Sesepuh adat dan juru kunci menafsirkan pertanda yang muncul saat menghitung jumlah pusaka.

Sudah menjadi tradisi bagi Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas menggelar tradisi jamasan pusaka setiap memasuki bulan maulid. Tradisi ini terbilang unik, jumlah pusaka dan jimat yang berada di tempat penyimpanan jumlahnya selalu berubah.

“Jumlah pusaka dan jimat selalu berubah. Padahal selama satu tahun tempat penyimpanannya tidak pernah dibuka,” ujar Sutrimo, Ketua Panitia Jamasan saat ditemui di sela acara, Sabtu (2/12).

Tahun ini pun ada beberapa catatan perubahan pada jumlah pusaka dan jimat yang ada. Menurut Sunaryoko, Juru Kunci Museum Pusaka Kalibening, yang berubah tahun ini seperti beraneka ragam batu, cincin kayu, keris, sabuk rajah, pakaian kuno, mata uang, pedaringan wasiat yang hanya berisi separuh. Lalu, berkurangnya jumlah keris tanpa warangka, biji kebup dan jampang sumping.

“Jika dimaknai secara keseluruhan, tahun depan bakal semakin banyak orang yang mempedulikan dan berusaha melestarikan budaya leluhur. Meski dalam kondisi yang serba sulit karena perekonomian belum stabil,” ujar Sunaryoko.

Menurut dia, hal itu hanya prediksi manusia. Perjalanan selanjutnya, diserahkan kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

Tak jauh berbeda, di Langgar Jimat Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, tempat semua pusaka peninggalan Amangkurat I, Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677 juga digelar jamasan pusaka.

Jamasan pusaka ini digelar oleh Puluhan anggota Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) dengan Kirab Kerabat menuju Langgar Jimat yang berjarak sekitar dua kilometer dari balai desa.

Iring-iringan kirab ini terdiri barisan putri domas yang membawa uba rampe (berbagai sarana jamasan), pasukan genderang, pasukan bregada (pasukan perang), pembawa tandu tempat mrapen (pembakar dupa), barisan kerabat, dan tim kesenian.

Seluruh benda yang tersimpan di dalam Langgar Jimat kemudian dikeluarkan untuk dijamas oleh para penjamas di atas altar yang berada di depan bangunan. Satu persatu benda dikeluarkan dari tempatnya yang selanjutnya untuk dijamas dan dihitung jumlahnya.

Benda yang pertama kali dijamas berupa “bekong” atau alat penakar beras. Dari bekong inilah pertanda bisa didapatkan.

Menurut Yatman S, Ketua Paguyuban Kerabat Mataram Tahun ini, bekong nampak kering. “Bisa jadi pertanda tidak ada bencana yang berkaitan dengan air seperti banjir,” katanya. (NS/YS)

Tinggalkan Balasan