Purwokertokita.com – Gugusan batu berbentuk unik di Desa Sirau Kecamatan Karangmoncol Purbalingga, yang pertama kali ditemukan oleh warga setempat sekitar tahun 1960-an, telah dinyatakan bukan sebagai benda bersejarah atau cagar budaya.
Menurut Kepala Seksi Cagar Budaya, Museum dan Kesejarahan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purbalingga, Rien Anggraeni, hal ini didasarkan pada hasil kajian dan penelitian dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah terhadap sekumpulan batu yang dikenal dengan Situs Gunung Lumbung tersebut.
“Sebelumnya memang batu-batu ini dikira peninggalan zaman purbakala karena memang bentuknya unik dan langka. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ternyata itu murni bentukan alam. Sehingga itu tidak bisa ditetapkan sebagai benda cagar budaya,” kata Rien beberapa waktu lalu.
Peninjauan langsung oleh arkeolog dari BPCB Jateng telah dilaksanakan pada 3 Maret 2016 lalu. Melalui laporan yang ia terima sebagai hasil penelitian, bahwa gugusan tersebut tidak terbukti adanya intervensi kebudayaan manusia di zaman lampau baik sebagai artefak ataupun ekofak.
Gugusan batu yang tersebar menjadi 7 kelompok dan 41 unit batu ini berbentuk menyerupai spiral atau jamur. Berdasarkan kajian arkeologis BPCB Jateng, ada beberapa alasan ilmiah yang menepis bahwa batuan ini merupakan peninggalan sejarah.
Rien menjelaskan, alasan pertama dari segi arkeologis zaman Prasejarah (Megalitik) batuan ini tidak berorientasi ke gunung seperti halnya peninggalan megalitik umumnya. “Orientasi batuan menghadap Utara – Selatan, padahal Gunung Slamet berada di sebelah barat gugusan batu ini,” lanjut Rien.
Sementara itu jika dikaitkan dengan peninggalan zaman kuno atau Hindu – Budha juga tidak cocok. Batuan yang berbentuk seperti phallus ini tidak bisa dianggap sebagai Lingga – Yoni. Sebab berdasarkan pengalaman empiris Lingga – Yoni tidak pernah ditemukan dalam jumlah banyak dalam satu kompleks. Jika bukan peninggalan zaman kuno, praktis bukan pula peninggalan zaman kerajaan Islam yang cenderung anti penyembahan berhala.
“Gugusan batu ini ternyata lebih dekat dengan akibat proses geologis. Jenis batuan itu merupakan dampak dari aktifitas Gunung Slamet berupa batuan beku yang mengalami intrusi lokal. Proses intrusi inilah yang menyebabkan batuan menjadi berbentuk spiral,” ungkapnya.
Otomatis dengan tidak ditetapkannya sebagai benda cagar budaya ini, Dindikbud tidak mengalokasikan tenaga juru pelihara situs ini. Namun ia mengakui keunikan batuan ini bisa dijadikan sebagai potensi wisata cagar alam.
Untuk menuju Situs Gunung Lumbung ini bisa dijangkau dengan medan yang cukup sulit, yakni dengan menembus alas rimba perbukitan dan membutuhkan waktu dua jam dari pusat Desa Sirau.