Fenomena Ahok Sulit Rambah Banyumas Raya

Peristiwa199 Dilihat
Warga dibantu petugas memasukkan kertas suara di TPS 6 Desa Bajong, Purbalingga. TPS ini dihias dengan sepeda antik untuk menarik minat warga.
Warga dibantu petugas memasukkan kertas suara di TPS 6 Desa Bajong, Purbalingga. TPS ini dihias dengan sepeda antik untuk menarik minat warga. (Kurniawan/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Keputusan Basuki Tjahya Purnama atau Ahok untuk maju sebagai petahana dalam pilihan Gubernur Jakarta Tahun 2017 melalui jalur independen cukup mengagetkan banyak pihak. Namun, fenomena tersebut dinilai belum bisa dipraktikan dalam pemilihan kepala daerah di wilayah Banyumas raya.

Menurut pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konteks majunya Ahok melalui jalur independen tersebut, terlepas dari adanya proses deparpolisasi dalam pemilihan kepala daerah.

Indaru menilai, fenomena Ahok yang memilih jalur independen dalam pemilihan Gubernur Jakarta, menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah saat ini mengarah pada basis figur calon. Sehingga, katanya, bukan kapasitas perolehan suara di pemilihan legislatif atau jumlah raihan kursi dewan perwakilan rakyat pusat dan daerah yang menentukannya.

“Dengan kata lain, figur dari calon lebih dominan diperhatikan pemilih daripada partai politik. Sehingga, basis ideologi partai politik makin lama makin menipis dalam pilkada,” katanya kepada Purwokertokita.com.

Selain itu, ia menilai pemilih juga melihat figur yang muncul dalam ajang kontestasi politik tersebut dari rekam jejaknya. Dari masa lalunya itu, katanya, pemilih tidak kemudian asal untuk memilih.

“Pemilihnya sangat memperhatikan sekali baik buruk calon dalam memimpin maupun kepribadian. Selain itu, moralitas kinerja menjadi salah satu pedomannya,” jelasnya.

Meski begitu, Indaru menilai fenomena Ahok di Jakarta belum bisa menyebar begitu saja hingga Banyumas raya. Dia menilai banyak faktor yang membuat masyarakat belum terbiasa dengan adanya calon independen dalam ajang pemilihan kepala daerah, seperti di Banyumas raya.

“Persoalan tersebut, lebih kepada masalah minimnya informasi yang bisa diakses warga untuk menilai calon pemimpin mereka,” katanya.

Selain itu, katanya, kekuatan politik uang dalam ajang pemilihan kepala daerah masih terasa kental. Tak hanya itu, ia juga menilai calon independen akan sulit maju dalam pertarungan politik tersebut, jika tidak menggunakan jurus yang sama dalam praktik yang dilakukan partai politik.

“Untuk di daerah, karakter masyarakat yang belum mengenal calon dengan baik, sumber info yang terbatas tentang calon, akhirnya banyak dimanipulasi oleh tim sukses dengan info bombastis dan politik uang. Kalau toh ada yang independen, dia harus menggunakan pola partai politik di Banyumas raya, untuk merebut masa partai politik dan yang mengambang,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan