‘Wong NU Banyumas’ Ngumpul di Kampung Logawa

Komunitas275 Dilihat
Kopi darat member group Whatsapp 'Wong NU Banyumas' berlangsung gayeng, penuh keakraban di Kampung Logawa,  Purwokerto, Rabu (2/2) kemarin. (Djito El Fateh/Purwokertokita.com)
Kopi darat member group Whatsapp ‘Wong NU Banyumas’ berlangsung gayeng, penuh keakraban di Kampung Logawa, Purwokerto, Rabu (2/2) kemarin. (Djito El Fateh/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Sekitar 2 (dua) bulan tergabung dalam group online whatsapp, ‘Wong NU Banyumas’ melakukan kopi darat (kopdar) di Kampung Logawa, Purwokerto. Sekitar 20 orang lebih dengan ragam latar belakang berbeda, terlibat obrolan hangat dengan berbagai tema.

“Ini tindak lanjut, diniatkan silaturahim. Selain bagian dari perintah agama, silaturahim, kumpul gayeng itu sebenarnya khas NU. Jadi, apa yang kami lakukan ini bagian dari menghidupkan tradisi,” kata Admin ‘Wong NU Banyumas’, Agus Maryono.

‘Wong NU Banyumas’, kata Agus Maryono, berisi personal dengan ragam latar belakang dan profesi. Mulai dari pendidik, pengurus struktural, kiai, aktifis muda NU, pengusaha, politikus, advokat, karyawan swasta. Tetapi, kesemuanya disatukan pada satu garis merah sama-sama ahlussunah wal jamaah, NU.

“Beberapa member ‘ Wong NU Banyumas’, dulunya aktifis, mulai dari IPNU, IPPNU, Ansor, Banser, atau PMII. Pertemuan perdana ini kita gunakan untuk inventarisir pandangan. Kita bicara apa saja yang sekiranya bisa bermanfaat untuk diri, NU dan umat,” kata Agus Maryono yang akrab disapa Gus Mar tersebut.

Wakil Sekretaris PCNU Banyumas, Sabar Munanto berpendapat, group whatsapp ‘Wong NU Banyumas’ menjadi media dialektika ideal dan dimanis. “Kalau saya, sekiranya pengin berpendapat (dalam group), ya katakan saja. Prinsipnya, lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan,” katanya sambil menyitir sebuah maqolah.

Rofik Kamilun, mantan aktifis IPNU yang juga politikus, menyebut adanya group online memungkinkan semua memiliki hak dan etika sama untuk berkomentar. Termasuk barangkali mengkritisi organisasi, atau memberikan sumbangsih pemikiran.

“Jadi kalau menurut saya, group yang beragam ini dipertahankan. Tua muda, kiai, santri semua jadi satu. Tidak perlu dipisah, asal masih berpegang pada etika ketika berkomentar. Jadwal kopdar juga perlu diteruskan,” kata Rofik yang asli Jatilawang tersebut.

Dari sekitar 20 orang yang datang, semuanya memberikan testimoni. Mulai dari kebiasaan group, NU, politik, dan guyon khas kaum sarungan. “Yang jelas, tidak ada kepentingan politik,” tegas Agus Maryono sebagai pendiri group.

Amin Nurokhman, aktifis NU kultural menilai postif forum online dan budaya kopdar yang bisa dijadwalkan selanjutnya. “Forum seperti ini justri bisa menampung ide dan pikiran ‘nakal’ untuk kemajuan NU. Sekaligus menjawab kerinduan wong NU yang non struktural tapi tetap berperan dan kuat rasa memilikinya. Ini forum bebas yang tetap berakhlak,” katanya.

Tinggalkan Balasan