TINJAUAN AWAL BENCANA TANAH LONGSOR
“STUDI KASUS DI DUSUN PLANDI”
DAERAH WATUAGUNG, KECAMATAN TAMBAK
BANYUMAS, JAWA TENGAH
Oleh: Fadlin, ST., M.Eng
Teknik Geologi-Universitas Jenderal Soedirman
PENDAHULUAN
Wilayah Pulau Jawa secara geologi merupakan daerah yang memiliki kompleksitas geologi yang sangat tinggi. Wilayah Pulau Jawa dilewati jalur busur vulkanik yang berumur muda hingga tua, sedikitnya terdapat 3 fase tektonik yang menyebabkan terbentuknya jalur busur vulkanik di Pulau Jawa (Gambar 1), sehingga secara tidak langsung batuan dominan di Pulau Jawa tersusun atas produk-produk volcanic/gunungapi baik yang berumur tua maupun yang berumur muda dengan tingkat pelapukan dan ubahan yang cukup kuat serta kompleksitas struktur geologi yang tinggi yang berkembang di Pulau Jawa, hal tersebut merupakn akibat dari aktivitas tektonik sehingga menjadikan wilyayah ini sangat rentan terjadinya bencana geologi seperti letusan gunungapi, gempabumi maupun tanah longsor.
Tanah longsor atau dalam ilmu kebumian sering disebut sebagai gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak kearah bawah dan keluar lereng (Varnes, D.J, 1978). Gerakan tanah adalah suatu massa tanah yang bergerak dari atas ke bawah di sepanjang lereng. Gerakan tanah terjadi apabila gaya yang menahan (Resisting Forces) massa tanah di lereng tersebut lebih kecil dari pada gaya yang mendorong/meluncurkan tanah di sepanjang lereng.
Latar Belakang
Bencana Tanah Longsor akhir-akhir ini kerap kali melanda wilayah Indonesia, terutama di wilayah Pulau Jawa tepatnya di Jawa Tengah, seperti yang terjadi di beberapa tempat secaa berbarengan pada bulan Juni 2016 kemarin yakni di daerah Banyumas, Banjarnegara dan Purworejo sehingga sangat dirasa perlu dilakukan studi yang detil dan komperensif serta terintegrasi dengan kajian-kajian bidang lain tidak hanya di bidang ilmu kebumian agara bisa dilakukan tindakan mitigasi bencana tersebut secara prefentif, bukan hanya di fokuskan pada pasca bencana tapi pra-bencana yang seharusnya lebih di fokuskan.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mencakup areal desa Watuagung, namun lebih di fokuskan pada Dusun Plandi dan secara administratif dusun Plandi masuk ke dalam wilayah Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah (Gambar 2), sedangkan secara geologi wilayah peneltian termasuk kedalam fisiografi Serayu Selatan, yang tersusun atas batuan hasil produk Vulkanik dan Sedimen Laut.
Gambar 1. Peta sebaran Busur Vulkanik di Indonesia dari periode yang sangat tua (Kapur Akhir) hingga yang paling muda (Ahir Miosen-Plistosen)
Gambar 2. Peta Lokasi Daerah Penelitian
Medote Penelitian
Petode penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan geologi permukaan untuk mengetahui kondidi geologi berupa variasi dan kedudukan litologi/batuan penyusun yang ada di loasi penelitian, pola dan geometri struktur geologi serta kondisi morfologi yang ada di lokasi penelitian yang kemudian di kombinasikan dengan analisis studio seperti analisis Citra GDEM ASTER, untuk menentukan satuan morfologi serta pembuatan peta fracture density menggunakan software-software ilmu kebumian seperti : PCI Geomatica, Global Mapper, Mapinfo dan ArcGIS.
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Secara morfologi daerah penelitian memiliki morfologi yang cukup ekstrim, atau memiliki slope yang sangat curam (Gambar 3). Sedangkan litologi penyusun utama daerah penelitian tersusun atas Formasi Halang (Tmph) yang dibangun oleh Breksi Halang, secara Megaskopis Satuan Breksi (Gambar 4) dibangun oleh produk-produk vulkanik seperti Andesit maupun Basalt, satuan litologi ini sebagian besar sudah mengalami pelapukan dan ubahan secara hidrotermal yang cukup kuat sehingga berubah menjadi tanah/clay dengan komposisi dominan berupa mineral smektit. Ubahan hidrotermal sangat intens terjadi di lokasi penelitian (Gambar 5) diinterpretasikan sebagai akibat dari aktivitas magmatisme maupun vulkanisme s setelah terbentuknya kedua satuan batuan tersebut. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah cukup ntensif yang berpola relatif tenggara-barat laut, hal tersebut diinterpretatif dari hasil dari analisis lineasi struktur pada Citra GDEM ASTER (Gambar 6).
Gambar 3. Peta Citra GDEM ASTER, yang memperlihatkan pola Morfologi/Topografi dengan slope yang curam daerah penelitian.
Gambar 4. Satuan Litologi Breksi Vulkanik
Gambar 5. Satuan Litologi Breksi Vulkanik yang sudah mengalami ubahan secara hidrotermal serta pelapukan akibat oleh cuaca (weathering)
Gambar 6. Peta Lineasi Fracture Density, yang memperlihatkan intensitas fracture/rekahan di daerah penelitian (Ds.Plandi)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah yang ada dilokasi penelitian cukup kompleks antara lain dikontrol oleh faktor geologi, Iklim (Curah Hujan), Vegetasi dan Aktivitas Manusia.
- Faktor Geologi
- .Struktur Geolog
Perkembangan struktur geologi yang cukup intensif di lokasi penelitian berupa patahan maupun fracture/rekahan ataupun kekar, yang menjadi salah satu faktor yang mendukung terjadinya longsor, dalam hal ini fracture/rekahan merupakan zona lemah yang dapat menjadi media pengisian air hujan kedalam tanah/batuan sehingga menjadikan batuan lebih gampang terlapukan (weathering) dan juga dapat menyebabkan batuan/tanah menjadi berkurang daya dukungnya.
- Sifat bawaan tanah/batua
Kondisi geologi daerah penelitian, dimana dalam hal ini mayoritas tersusun atas batuan hasil produk gunungapi yang telah mengalami ubahan secara hidrotermal (alterasi) yang merubah batuan menjadi mineral lempung (clay mineral) dengan tingkat elastisitas yang sangat tinggi (smektit) yang menjadin penyusun utama soil/tanah yang ada di lokasi tersebut sehingga secara tidak langsung dapat menjadi bidang gelincir dalam material tanah/batuan itu sendiri.
- Faktor Morfologi/Topografi
Morfologi atau topografi daerah penelitian secara kuantitatif termasuk kedalan satuan tersayat kuat dengan kemiringan kereng yang sangat curam > 50o , sehingga akan mempengaruhi kuat geser pada material tanah/batuan yang ada di daerah tersebut, dalam hal ini gaya gesek akan semakin kecil dengan adanya slope/kemiringan lereng yang sangat curam tersebut.
- Faktor Iklim (Curah hujan)
Curah hujan akan menyebabkan kandungan air pada lapisan tanah meningkat dan jenuh air, hal tersebut didukung oleh tingginya curah hujan pada saat sebelum terjadinya gerakan tanah (tanah lonsor) di daerah penelitian. Kondisi tersebut dapat menyebabkan tekanan air pori bertambah besar dan mengakibatkan kuat geser menurun serta volume air tanah menjadi meningkat sehingga terjadi pembuburan tanah atau pengembangan lempung, mengakibatkan kuat geser tanah akan menurun atau bahkan hilang,disamping itu massa tanah bertambah yang akan mengurangi tegangan geser dan menyebabkan tanah menjadi jenuh air.
- Faktor Vegetasi dan Aktivitas Manusia.
Peranan vegetasi dalam gerakan tanah merupakan masalah yang kompleks dan tersendiri yang melibatkan aktivitas sosial manusia baik perorangan maupun kelompok bahkan perusahaan, dimana dalam hal ini berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang terkadang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti halnya yang terjadi di daerah penelitian (Dsn. Plandi) dimana daerah-daerah dengan morfologi yang sangat curam tidak lagi berfungsi sebagai daerah penyangga, sehingga air yang masuk kedalam tubuh tanah/batuan dapat mempengaruhi bobot masa tanah yang akan berdampak pada kestabilan lereng.
Dari beberapa faktor yang dibahas diatas yang mengontrol terjadinya gerakan tanah/tanah longsor di daerah Watuagung (Dsn. Plandi), air hujan/curah hujan adalah salah satu faktor utama yang memicu terjadinya lonsoran tersebut atau dapat disebut sebagai faktor aktif sehingga hampir setiap kejadian longsor yang terjadi di wilayah Pulau Jawa selalu didahului oleh hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Berdasarkan kondisi dan faktor penyebab longsoran, maka ada beberapa tipe atau jenis longsoran yang terjadi di daerah penelitian, namun secara umum atau yang dominan terjadi di daerah tersebut adalah tipe Debris Flow (Gambar 7 ), walaupun ada di beberapa tempat yang berdekatan muncul tipe-tipe yang lain seperti Soil scrab dan tipe rayapan.
Gambar 7. Longsoran Tipe Debris Flow yang terjadi di Dusun Plamdi, Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor di daerah penelitian cukup kompleks antara lain dikontrol oleh faktor geologi, Iklim (Curah Hujan), Vegetasi dan Aktivitas Manusia
- Berdasarkan kondisi dan faktor penyebab longsoran, maka ada beberapa tipe atau jenis longsoran yang terjadi di daerah penelitian, namun secara umum atau yang dominan terjadi di daerah tersebut adalah tipe Debris Flow, walaupun ada di beberapa tempat yang berdekatan muncul tipe-tipe yang lain seperti Soil scrab dan tipe rayapan.
Saran
- Perlu dilakukan penyebaran informasi yang ditekankan pada masyarakat khususnya yang bermukim di daerah yang rawan akan bencana/bahaya gerakan tana Penyampaiannya dapat melalui kegiatan pameran, poster serta melakukan penyuluhan.
- Pembuatan Peta Zona Rawan Gerakan Tanah yang detil yang merupakan informasi awal bagi masyarakat, berguna untuk menentukan langkah perencanaan ruang serta pengembangan suatu daerah. Peta ini menggambarkan daerah penyebaran gerakan tanah, sehingga diketahui daerah mana yang mempunyai gerakan tanah aktif maupun yang tidak, sehingga dapat dilakukan tindakan sedini mungkin dalam melakukan upaya prevetif
- Pembenahan fungsi lahan dan tatanan air terutama sebelum musim penghujan, karena curah hujan merupakan pemicu terjadinya gerakan tanah yang cukup si
- Pemerintah harus lebih serius lagi dalam menyikapi bencana longsor ini, seperti melakukan pemetaan yang lebih detail mengenai zona potensi longsor tersebut, kemudian melakukan aksi nyata dalam memitigasi potensi bencana tersebut sehingga tidak terkesan menunggu bencana terjadi baru melakukan aksi”.
- Lokasi Dusun Plandi perlu dilakukan relokasi karena memiliki potensi longsor kategori zona sangat rawan
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R. W. van, 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology, Martinus Nijnhoff, The Hague, Netherlands.
Varnes, D.J., 1978, Slope Movement Types and Processes, Special Report 176, National Academy of Sciences, Washington, DC.
Karnawati, D., S. Pramumijoyo, S. Hussein, R. Anderson and A. Ratdomopurbo. 2007a. “The Influence of Geology on Site Response in the Bantul District, Yogyakarta Earthquake, INDONESIA”. AGU 2007 Joint Assembly. Acapulco.
Rahmalia & Fadlin, 2014. Studi Hubungan Tingkat Alterasi Terhadap Potensi Longsoran Berdasarkan Analisis Petrografi Dan X-Ray Difraction Sepanjang Jalan Arjosari-Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, Prosiding Retii ke-IX, STTNAS. Yogyakarta.