Purwokertokita.com – Selain objek wisata, kuliner selalu menjadi buruan bagi wisatawan setiap kali berkunjung ke daerah tujuan wisata tertentu. Di Banyumas Jawa Tengah misalnya, ada ragam kuliner yang namanya sudah cukup populer, seperti mendoan, getuk goreng dan soto yang selalu menarik minat wisatawan untuk mencicipinya.
Salah satu kuliner khas yang biasa dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Banyumas adalah nopia. Nopia merupakan kue kering yang dibuat dari adonan tepung terigu dengan isi gula merah, memiliki variasi rasa coklat, durian, nangka, pandan, bawang merah goreng, serta rasa khas gula jawa (gula merah).
Kue kering yang mirip dengan pia ini memiliki tekstur kulit mirip dengan cangkang telur yang renyah pada bagian luarnya. Nopia dimasak dengan cara tradisional menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat berbentuk menyerupai sumur dangkal. Nopia dimasak dengan cara ditempelkan pada dinding tungku tradisional yang berfungsi sebagai tempat pemanggang layaknya oven.
Proses pemanggangan yang unik ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Meski dengan mudah bisa didapatkan di toko oleh-oleh, banyak wisatawan yang memilih membeli nopia langsung dengan berkunjung ke rumah produksinya, alasannya agar bisa melihat langsung proses pembuatan nopia sambil berwisata.
Sejarah pembuatan nopia di Banyumas
Nopia pada awalnya dipopulerkan oleh keluarga keturunan Tionghoa yang tinggal di Banyumas sekitar tahun 1880. Kue kering ini kemudian dikenalkan pada masyarakat lokal Banyumas tanpa mengenal etnik dan latar belakangnya, hingga bisa diterima oleh masyarakat pada saat itu. Industri kecil pembuatan nopia kemudian berkembang di beberapa desa di kawasan Kota Lama Banyumas.
Hingga kini jejak perkembangannya dengan mudah bisa kita temui di desa Sudagaran, Pakunden dan Kalisube Kecamatan Banyumas yang terletak di kawasan Kota Lama Banyumas. Industri kecil ini menggeliat membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar hingga mengangkat nama nopia sebagai salah satu kuliner khas Banyumas.
Awalnya nopia hanya memiliki satu varian rasa, yakni rasa bawang merah goreng atau lebih dikenal dengan rasa brambang goreng. Namun kini varian rasa itu terus berkembang seiring permintaan konsumen. Penggunaan tungku tradisional yang menyerupai sumur dangkal pun masih terus dipertahankan dan menjadi cerita unik tersendiri dari kue kering khas Banyumas ini.
Nama lain nopia
Tekstur kulit nopia yang mirip dengan cangkang telur menjadikan kue ini memiliki banyak nama sebutan dari para penikmatnya. Ndog Gludhug dalam bahasa Banyumasan yang memiliki arti telur halilintar sudah melekat sebagai nama populer dari nopia. Sementara nopia yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar biasa disebut sebagai telur gajah.
Selain sebutan telur halilintar dan telur gajah, ada nama lain yang juga populer untuk menyebut nopia, yakni mino. Mino adalah kependekan kata dari Mini Nopia, alasannya mino dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran nopia pada biasanya. Penyebutan nopia kecil dengan nama mino sering membuat orang dari luar daerah Banyumas beranggapan bahwa nopia dan mino adalah berbeda, padahal sebetulnya sama hanya mino dibuat dengan ukuran yang lebih kecil.
Nopia merupakan kuliner akulturasi budaya yang hingga saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Banyumas. Sejarah, rasanya yang khas, cara pembuatan dan nama yang unik menjadikan kuliner khas Banyumas satu ini diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke daerah Banyumas dan sekitarnya.
Bagi anda yang berminat untuk mencicipinya atau penasaran dengan cara pembuatannya yang unik, anda bisa berkunjung ke kawasan Kota Lama Banyumas, dengan mudah anda bisa menemukan kuliner unik satu ini. (YS)