Purwokertokita.com – Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, DR Fathul Amin Aziz mengatakan rekonsiliasi dengan bekas anggota partai komunis dan atau keturunannya sudah berjalan alami.
Kata dia, masyarakat di Indonesia yang plural dan saling menghargai kepercayaan memungkinkan rekonsiliasi berjalan cepat, lebih cepat dari yang diduga. Bahkan, dengan NU pun, sebenarnya sudah tidak ada masalah.
“Yang bertani tetap bertani, yang berdagang tetap berdagang. Tidak ada alasan masyarakat membenci satu sama lain,” katanya, di Purwokerto, Senin (30/5).
Aziz yang juga mantan Ketua GP Ansor Kabupaten Cilacap ini meminta pihak-pihak yang masih saja meributkan proses rekonsiliasi, membuka diri dengan diskusi yang sehat dan fair. Dengan demikian bakal tercipta ruang untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan pandangan.
“Tidak usah saling mengumbar pesan kebencian. Indonesia sudah menjadi satu. Proses rekonsiliasi sudah malam berjalan dan dicontohkan Gus Dur. Gus Dur sudah memulainya sejak tahun 1980-an,” ujarnya.
Hampir senada dengan Aziz, Komandan Barisan Serbaguna Ansor (Banser) Kabupaten Cilacap, Jamaludin Albab menganggap rekonsiliasi dengan eks-PKI atau keturunannya sudah berjalan alami.
Jamaludin mengatakan bahkan NU sendiri sudah melakukan rekonsiliasi jauh-jauh hari. Dia menyebut, pada tahun 2001, NU sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah eks tokoh PKI. Saat itu, terungkap bahwa keturunan mereka sudah menjadi orang-orang yang pintar dan hebat.
“Tanda eks-PKI di KTP itu sudah dihapus oleh Gus Dur. Karena kita melihat fakta sejarah, banyak sekali putra putri eks-PKI sudah menjadi tokoh-tokoh masyarakat yang bener. Bahkan ada beberapa kyai yang keturunan PKI itu sudah mendirikan pondok pesantren dan santrinya juga mencapai ribuan. Jadi sudah jangan diutak-atik lagi dengan paham komunisme itu lho,” ujar Jamaludin, seperti dilansir oleh sejumlah media nasional.
Jamal berpendapat upaya rekonsiliasi dengan upaya mengungkap kuburan massal dan kemudian membongkarnya hanya akan membuka luka dan permusuhan lama. Akibatnya, Konflik horizintal antar masyarakat sipil bisa terjadi. Sebab, korban saat itu bukan hanya kelompok PKI melainkan juga merenggut korban dari pihak kelompok masyarakat sipil lain, seperti dari NU, Muhammadiyah, nasionalis, bahkan tentara.
“Toh mereka juga sudah kembali dengan paham yang bukan komunis. Tahun 2001-an saya sudah ketemu dengan bekas tokoh PKI. Saling bermaaf-maafan. Tidak ada apa-apa itu dengan gembong-gembong PKI itu,” ujarnya.
Fathul Amin Aziz menambahkan, lebih baik saat ini masyarakat sipil bersama-sama membangun generasi masyarakat yang toleran dan inklusif. Artinya, tak lagi mendiskriminasi minoritas, termasuk eks PKI maupun keturunannya. Ia juga meminta masyarakat untuk saling menghargai perbedaan pendapat.
Sumber Artikel: aminaziz.info