Kisah Penumbuh Asa dari Kubangan Duka

Feature111 Dilihat
Warga dan tenaga medis gotongroyong mengevakuasi penyintas Covid-19 di Kelurahan Wiarasana, Purbalingga, Kamis (8/7/2021). /Foto: Istimewa

PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Batin publik terkoyak mendengar kisah pilu dua bersaudara dari Purbalingga, Padmiarsih (65) dan Supridiati (61). Warga Perumahan Griya Purnawira Kelurahan Wirasana ini meninggal dalam sepi setelah bergelut dengan virus korona.

Padmiarsih meninggal tanpa mendapat perawatan rumah sakit. Bukan karena tak ada yang peduli dengan dua batang kara ini, namun tak ada tempat tidur kosong di rumah sakit.

Padmiarsih terbaring di lantai ruang tengah. Saat seorang bidan desa memeriksa denyut nadinya, hasilnya nihil. Tak ada denyut nadi, napasnya pun terhenti.

Sementera Supridiyati terbaring di teras rumah. Napasnya tersengal-sengal. Kesaksian warga menyebut ia mulai berhalusinasi. Tangannya berulangkali merenggut mulut dan hidung, seolah ada benda yang menutupi lubang hidung dan mulutnya.

Atas kebaikan seorang pejabat publik, ia berhasil dilarikan ke rumah sakit. Tim medis menyatakan saturasi oksigennya ketika itu hanya 31 persen, jauh di bawah angka normal 95 persen.

Kondisinya sempat membaik. Namun sehari kemudian, tepatnya Jumat (9/7/2021) pukul 20.40 ia meninggal. Ia dimakamkan Sabtu pagi (10/7/2021) di pemakaman Kristen Penaruban, Kaligondang.

Di balik kisah ini, ada aksi solidaritas warga yang tak bisa dipandang remeh. Ada tetangga dekat pasien yang pertama mengetahui kondisi dua bersaudara ini mulai kritis. Ia kemudian menghubungi bidan desa yang memberi pertolongan pertama dan berusaha mencari rumah sakit. Meskipun tak berhasil mendapat rumah sakit yang kosong, namun perannya sangat penting karena memiliki akses ke fasilitas kesehatan.

Ada pula seorang tetangga yang menghubungi ppejabat publik setelah menghadapi situasi buntu. Kebuntuan pecah setelah pejabat ini bertindak.

Pejabat publik ini turun langsung setelah menerima laporan warga. Ia, dengan pengaruhnya, menghubungi pejabat rumah sakit agar menyediakan kamar ICU. Ia juga meminta BPBD Purbalingga mengirim tim pemulasaran jenazah untuk merawat jenazah Padmiarsih yang untuk sekian waktu dibiarkan terbaring di lantai ruang tengah.

Taka sampai di situ, di kala semua warga tak berani mengevakuasi pasien, pejabat ini maju sebagai relawan. Setelah berhazmat lengkap, ia membantu dua tim medis mengevakuasi pasien ke mobil ambulans.

Ia mengaku takut, namun rasa kemanusiaan mengalahkan rasa takutnya. Ia tak bisa membiarkan Supridiati yang sedang megap-megap dibiarkan begitu saja. Dialah Bambang Irawan, Ketua DPRD Purbalingga.

“Mungkin kalau dibiarkan lebih lama, bisa bablas (meninggal-red),” kata dia.

Sebelum mendapat perawatan, ada warga yang berinisiatif mencari oksigen. Namanya Toto Rusmanto, jurnalis senior tetangga pasien.

Toto ingat ada tetangga yang juga rekan sesama jurnalis mempunyai persediaan oksigen. Namanya Aditya. Adit merelakan satu tabung oksigennya untuk menyambung napas Supri yang semakin kritis.

“Saya ambil saja oksigennya, soal siapa yang mau mengganti urusan belakangan,” ujarnya.

Solidaritas sosial inilah yang dibutuhkan di kala menghadapi pandemi. Sebab pemerintah sendiri tak akan mampu menuntaskan wabah yang semakin memuncak. Namun bercermin dari kisah dua bersaudara ini, pemerintah semestinya berupaya lebih keras memperluas fasilitas kesehatan untuk pasien Covid-19 dan mendekatkan layanan agar masyarakat semakin mudah mengakses.

Tinggalkan Balasan