PURWOKERTOKITA.COM, BANJARNEGARA – Santri dikenal luas sebagai pembelajar ilmu agama. Namun dunia di luar pondok pesantren adalah dunia yang kompleks. Butuh “pesantren” lain yang mengajarkan hidup dan penghidupan. Berangkat dari cita-cita kemandirian, para santri petani di Banjarnegara membentuk wadah bernama Pesantren Petani.
Mimpi sederhana itu pelan-pelan mewujud. Di bawah asuhan Irhamto, warga Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, para petani memulai dengan menanam bibit pisang mas Kirana di lahan seluas 1 Ha di Madukara, Banjarnegara. Pisang mas Kirana memiliki ukuran yang pas untuk dikonsumsi dengan rasa yang manis dan tekstur daging buah yang lembut.
Irhamto dikenal sebagai peraih Kalpataru atas inovasinya membuat kincir air untuk memompa air dari sungai di dasar lembah ke ladang dan permukiman. Atas temuannya, petani bisa mengari sawah dan memenuhi kebutuhan air warga.
“Benih pisang kami beli dari Lumajang, Jawa Timur,” kata Irhamto ketika ditemui di kebun pisang di Madukara.
Untuk permulaan, parar petani menanam seribu bibit pisang. Pisang ditanam dengan jarak minimal 3 meter.
Perawatan pohon pisang terbilang mudah dan murah. Setelah masa tanam, para petani melakukan pemupukan sebanyak tiga kali menggunakan pupuk kompos.
Setelah sembilan bulan, mereka mulai memanen. Panen dilakukan bertahap menyesuaikan pemasaran di lapangan.
“Pisang kami jual sendiri secara ritel dan eceran. Satu tandan dijual antara Rp 40 ribu hingga Rp 60 ribu,” ujarnya.
Usai dipetik, pisang dibawa ke dataran tinggi Dieng. Tujuannya agar pisang lebih tahan lama karena suhu di Dieng ideal untuk menjaga pisang tetap segar. Sementara ini, pemasaranpun baru di wilayah Dieng.
Dari benih awal, Irhamto dan petani lain mendapat benih alami dari tunas yang tumbuh. Satu pohon pisang bisa tumbuh tunas sebanyak tujuh.
Tiga di antaranya dibudidayakan di polibag sementara empat sisanya dibiarkan tumbuh dan berbuah kembali. Masa tunggu sejak panen pertama tidak lagi sembilan bulan, tetapi antara tiga hingga empat bulan. Sebab, tunas mulai tumbuh sebelum pohon pisang generasi pertama berbuah.
“Sekarang kami bahkan menyediakan benih pisang mas Kirana, satu buah benih kami jual Rp 15 ribu,” tuturnya.
Kini kebun pisang Pesantren Petani telah berkembang di berbagai titik seiring semakin banyak santri petani yang bergabung. Irhamto mengatakan total ada 7 ribu pohon yang telah ditanam. Mereka siap memasok kebutuhan pisang di wilayah lain selain Dieng. Bersamaan dengan perkembangan ini, semakin banyak pula santri yang mandiri dan berdaulat atas kondisi finansialnya sendiri.