Purwokertokita.com – Generasi Baru Indonesia (GenBI) Purwokerto menggelar diskusi dan ngopi bareng pengamat sejarah Banyumas di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto. Setelah diskusi tersebut, mereka berencana menggelar rekonstruksi boyongan yang akan digelar 7 Januari tahun depan.
Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Bank Indonesia Purwokerto, Joko Djuniwarto mengatakan, BI melalui Generasi Baru Indonesia (Gen BI) berencana menggelar rekonstruksi Boyongan Bupati agar bisa dijadikan momen tahunan kunjungan wisatawan. “Banyumas mempunyai akar budaya yang kuat, jika bisa dikemas dengan baik bisa mendatangkan wisatawan mancanegara,” katanya, Rabu (11/11) malam.
Selain itu, generasi muda bisa mempelajari sejarah Banyumas dari gelaran tersebut. “Rencananya akan kami gelar pada 7 Januari 2016, tepat seperti pindahan tahun 1937,” katanya menambahkan.
Dalam diskusi tersebut, hadir pengamat sejarah Banyumas, Sugeng Wiyono, Sudarmaji dan Gito Sewoyo. Mereka menceritakan latar belakang mengapa ibu kota Kabupaten Banyumas dipindahkan ke Purwokerto.
“Dari pendapatan secara nasional pemerintah Hindia Belanda, Banyumas menyumbang seperlimanya,” kata Ahli Sejarah Banyumas, Sugeng Wijono, 76 tahun.
Ia mengatakan, dibandingkan Indonesia yang dijajah Belanda selama 350 tahun, Banyumas dijajah Belanda hanya 115 tahun. Saat itu Banyumas adalah tanah perdikan yang lepas dari kekuasaan Mataram.
Banyumas masuk ke kekuasaan Mataram saat Diponegoro kalah dalam perang Jawa yang terjadi tahun 1825-1830. Saat itu, 800 ribu tentara Belanda tewas dan 200 ribu penduduk Jawa meninggal dunia akibat perang.
Usai Diponegoro kalah, Banyumas digadaikan kepada Belanda. “Sejak 22 Juni 1830, secara politis Banyumas masuk kekuasaan Belanda dan lepas dari Mataram,” katanya.
Setelah dikuasai Belanda, 10 tahun kemudian Belanda menjalankan kebijakan tanam paksa. Karesidenan Banyumas yang terdiri dari lima kabupaten disulap menjadi kebun tebu terluas di Indonesia.
Belanda juga mendirikan lima pabrik gula yakni di Purworejo Klampok Banjarnegara, Isola Purwokerto, Kalibagor Sokaraja, Kebopurwo Sumpiuh dan Bojong Purbalingga. “Belanda dulu sangat berjasa pada Indonesia karena nilai ekspor dari Indonesia pernah mencapai 1,5 miliar gulden,” katanya.
Sudarmaji, ahli sejarah Banyumas lainnya mengatakan, setelah krisis ekonomi dunia, pabrik gula di Banyumas tutup semua. “Untuk penghematan, ibu kota Kabupaten Banyumas dipindah ke Purwokerto. Dan Banyumas digabung dengan Kabupaten Purwokerto,” katanya.
Akibat pemindahan itu, Belanda bisa menghemat 11 persen pengeluarannya. Sedangkan biaya boyongan atau pemindahan itu memakan biaya Rp 65 ribu rupiah.
Aris Andrianto