Jenderal Besar Itu Aktif di Kegiatan Kepanduan

Lingkungan, Telisik220 Dilihat
foto istimewa
foto istimewa

Purwokertokita.com – Selain piawai memimpin pasukan, Soedirman juga dikenal aktif di kegiatan kepanduan. Bakat organisasinya terasah saat ia ikut di gerakan Hizbul Wathon, gerakan kepanduan milik Muhammadiyah.
Ambar Wiyadi, Mantan Ketua Hizbul Wathon Cilacap dan kemenakan Soedirman. Istri Soedirman, Alfiah, merupakan anak dari Sastroatmojo. Istri Sastroatmojo merupakan sepupu dari Kakeknya Ambar, Muhammad Sumardi. “Bisa dibilang saudara jauh,” katanya.

Rumah Ambar dan Alfiah hanya sekitar 100 meter. Letaknya di Jalan Rambutan Kelurahan Tambakreja, Cilacap Selatan. Di antara rumah keduanya, terdapat Masjid Muhamadiyah. Masjid ini digunakan oleh soedirman sebagai markas Hizbul Wathon (HW). Soedirman sendiri yang menuliskan plang atau penanda masjid dengan tulisan “Masjid Moehamadiyah”. Tanda itu sekarang sudah hilang saat pemugaran masjid.

Masjid itu dibangun pada 1930. Selain jadi pusat penyebaran Muhamadiyah di Cilacap, tahun 1935 juga dibentuk Aisiyah. Saat hendak berperang di Ambarawa, Soedirman bersama pasukannya beribadah shalat di masjid itu.
Saat itu Soedirman membentuk HW untuk wilayah Cilacap. Ia menjadi ketuanya. Seluruh kegiatan HW dipusatkan di masjid itu. HW Cilacap tergabung dalam HW Residen Banyumas yang terpusat di Purwokerto. Kolonen Hayyun merupakan ketua HW wilayah Residen Banyumas ini.

Masih menurut Ambar, sebelum menjadi guru HIS, Soedirman sudah terlebih dahulu aktif di HW. Bahkan karakternya banyak ditempa di organisasi kepanduan ini. Kelak, simbol HW banyak dipakai Soedirman dalam membangun PETA.
Seperti sikap hormat kepada bendera atau komandan, kalau dalam kepanduan atau pramuka dulunya menggunakan tiga jari atau trinitas. Sikap hormat di HW menggunakan lima jari sekaligus yang melambangkan rukun Islam. Sikap hormat inilah yang hingga saat ini digunakan dalam kemiliteran.

Simbol lainnya yang digunakan Soedirman yakni simbol PETA yang melambangkan matahari. Simbol ini sudah sejak lama digunakan oleh Muhamadiyah dan HW. Kebetulan Jepang juga merespon simbol ini karena sesuai dengan lambang dan dewa negara mereka, matahari.

Penggunaan penanda yang paling kentara yakni nama PETA, akronim dari Pembela Tanah Air. HW, kata Ambar, secara harfiah dalam Bahasa Indonesia adalah Pembela Negara atau Pembela Tanah Air.

Kembali ke soal hubungan antara Soedirman dengan Ambar. Ambar yang lahir tahun 1941, sering bertemu Soedirman saat ia kecil. “Soedirman sering datang ke rumah karena rumahnya tidak jauh, dan keluarga saya masih kerabat dengan keluarga istrinya,” kata dia.

Saat berkunjung, tak lupa Soedirman selalu membawakan kembang gula untuk Ambar kecil. Ia juga sering digendong Soedirman saat berkunjung. Ambar juga sering berkunjung ke Jogja untuk menengok Soedirman saat di kota gudeg itu.
Soedirman dikenal sangat menyukai sank kecil. Sebagai guru HIS, ia dikenal penyabar dalam mendidik muridnya.

Ambar pernah mendapat cerita soal Soedirman dari Bu Kholil. Bu Kholil merupakan guru MULO Wiworotomo, tempat Soedirman mengenyam pendidikan sebelum pindah ke MULO Taman Siswa. “Ada salah satu muridku yang sangat cerdas dan tulisannya bagus,” kata Bu Kholil, seperti ditirukan Ambar. Murid itu adalah Soedirman.

Aris Andrianto

Tinggalkan Balasan