Ungkapan Jenderal Soedirman Ini Pernah Bikin Gempar Pemerintahan Syahrir

Peristiwa330 Dilihat
Relief Panglima BesarJenderal Soedirman di Museum Tempat Lahir yang berada di Desa Bantarbarang Purbalingga. Relief tersebut menggambarkan perjuangan dalam peperangan kemerdekaan yang dilakukan Jenderal Soedirman bersama pasukannya. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com)
Relief Panglima BesarJenderal Soedirman di Museum Tempat Lahir yang berada di Desa Bantarbarang Purbalingga. Relief tersebut menggambarkan perjuangan dalam peperangan kemerdekaan yang dilakukan Jenderal Soedirman bersama pasukannya.
(Uwin Chandra/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Robohnya patung Jenderal Soedirman di perempatan Terminal Purbalingga pada Minggu (3/1) pagi sekitar pukul 09.30 WIB, ditanggapi berragam komentar oleh warga di sosial media. Bagi warga Purbalingga, sosok Jenderal Soedirman adalah ikon kebanggaan yang menjadi teladan dalam semangat nasionalismenya mempertahankan kemerdekaan.

Mungkin tak banyak orang tahu, Jenderal Soedirman menjadi sosok penting dalam sebuah momen bersejarah yang kini tak banyak diingat, yakni rapat Persatuan Perjuangan. Tepat di tanggal yang sama dengan robohnya patung Jenderal Soedirman, 70 tahun silam, sebuah rapat bersejarah digelar di Purwokerto.

Peneliti Harry Poeze, dalam karya “Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia” jilid I, mencatat keteguhan sang panglima besar dalam membela kemerdekaan melawan penjajah. Harry menulis, pada hari kedua rapat Persatuan Perjuangan, Jenderal Soedirman menyampaikan orasinya usai pidato Tan Malaka. Pidato Jenderal Soedirman disambut gegap gempita ratusan peserta perwakilan organisasi berhaluan kanan hingga kiri di Balai Societet, Purwokerto.

Pemimpin-pemimpin negara boleh berganti, kabinet boleh berganti 3 kali seboelan, tetapi tentara tetap berdjoeang teroes sampai 100% kemerdekaan tertjapai. Tentara berdjoeang teroes dengan rakjat membela tanah air. Lebih baik diatoom sama sekali dari pada merdeka ta’ 100%,” tulis Harry Poeze, mengutip koran Kedaulatan Rakjat pada 6 Januari 1946.

Harry mengemukakan, kalimat terakhir yang diucapkan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam rapat Persatuan Perjuangan, “Lebih baik diatoom sama sekali dari pada merdeka ta’ 100%” , menjadi tajuk berita koran-koran dan masih sering dikutip.

“Tetapi pemerintah sangat banyak mencemaskan pilihan Soedirman pada Persatuan Perjuangan, dan penegasannya tentang posisi tentara yang terlepas dari pada penguasa pemerintah dan kabinet untuk sementara,” tulis Harry.

Kongres Persatuan Perjuangan di Purwokerto, tulis Harry, melancarkan kritik terhadap haluan mendasar pemerintah yang mengedepankan jalur diplomasi. “Dalam hubungan ini, ‘diplomasi’ dan ‘perdjoeangan’ masing-masing merupakan keagungan yang kedua-duanya, tidak bisa satu sama lain digabungkan,” jelas Harry.

Kisah ini sekaligus mengingat kembali sejarah Persatuan Perjuangan 1946 di Purwokerto yang jarang dikenang kaum muda kekinian. Semangat menggelora pada rapat Persatuan Perjuangan, yang diinisiasi pejuang dari berbagai organisasi, masyarakat hingga kepemudaan serta partai politik, untuk bahu membahu mempertahankan kemerdekaan saat Pasukan Inggris mendarat di Pulau Jawa.

Tinggalkan Balasan