PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Purbalingga resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Purbalingga. Mereka adalah calon petahana Dyah Hayuning Pratiwi yang berpasangan dengan Hendra Farizal dan penantangnya Fahmi Muhammad Hanif yang berpasangan dengan Dimas Prasetyahani.
Pasangan Dyah Hayuning Pratiwi dan Hendra Farizal mendaftar ke KPU Purbalingga pada hari kedua masa pendaftaran, Rabu (28/8/2024). Pasangan ini diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional, Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Hanura.
Sementara Fahmi Muhammad Hanif dan Dimas Prasetyahani mendaftar pada Kamis (29/8/2024). Pasangan ini didukung Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gelora, Partai Bulan Bintang dan Partai Ummat.
Dyah Hayuning Pratiwi atau karib disapa Tiwi tentu mengusung gagasan kelanjutan kerja-kerja periode sebelumnya. Sementara Fahmi yang putra politisi PKS, Rofiq Hananto, menawarkan ide tentang Purbalingga baru.
Tiwi sejauh ini getol berkeliling dari satu desa ke desa yang lain. Ia membawa program kesehatan dan ekonomi mikro ke level desa.
Meski demikian, sulit merasakan kemajuan ataupun legacy dari dua penggal masa kepemimpinannya. Alih-alih memberi dampak, Tiwi tampak lebih sibuk kampanye terselubung dengan blusukan mencari panggung di desa-desa.
Sementara calon wakilnya, Bro Hendra, pengusaha muda yang miskin pengalaman politik. Ia membawa gagasan yang berpihak pada anak muda. Namun belum jelas kemana akan membawa anak muda Purbalingga.
Sedangkan penantangnya, baik Fahmi dan pasangannya, Dimas, merupakan figur yang tak terdengar sebelumnya. Mereka mendadak muncul sebagai calon bupati dan wakil bupati dengan modal previlage posisi orang tua masing-masing.
Keduanya belum teruji, baik kualitas kepemimpinan maupun pengetahuannya perihal pemerintahan. Namun bekal keberlimpahan modal finansial dan tiket dari partai politik sukses membawa mereka ke pintu kontestasi Pilkada Purbalingga.
Dua pasangan calon sama-sama tak memberi angin segar kepada warga Purbalingga, pemegang kedaulatan yang sesungguhnya. Sulit bagi publik untuk berharap akan perbaikan nasib lima tahun ke depan.
Publik dijejali pilihan yang tak cukup meyakinkan. Namun demikian sebagai pemegang kedaulatan, publik dibikin tak berdaya dengan terus didorong untuk memilih.
Tren kontetasi yang semacam ini perlu dipahami dan diubah bersama-sama. Partai politik sebagai lembaga kaderisasi pemimpin harus bisa melahirkan pemimpin yang mampu menjawab tantangan daerah.
Publik pun harus cerdas menyikapi situasi genting yang menentukan nasibnya lima tahun ke depan. Zaman memang sedang sulit, namun jangan menyerah dengan tawaran sesaat yang membuat penguasa merasa lepas dari tanggung jawab mensejahterakan warga negara.***