Purwokertokita.com – Kisah perjuangan Jenderal Soedirman juga bisa terekam dari ajudannya saat menjalani perang gerilya. Kemerdakaan ini memang tidak gratis. Ada banyak darah dan penderitaan yang tertumpah. Hari ini di Hari Pahlawan, Purwokertokita.com mencoba melaporkannya untuk masyarakat Banyumas Raya.
Dalam strategi perang gerilya yang dilakukan Jenderal Soedirman saat agresi militer Belanda 1948, banyak rintangan dan penderitaan yang harus dilewati. Ajudan II Jenderal Soedirman, Abu Arifin mengungkapkan selama perjalanan tersebut banyak pasukan yang tewas dan kelaparan saat dihadang pasukan Belanda.
Abu menceritakan, suatu waktu ketika berada di daerah Kediri, Jawa Timur, pasukan Jenderal Soedirman terdesak masuk ke dalam hutan rotan di wilayah tersebut. Saat itu, jelasnya, pasukan mengalami kelelahan yang sangat luar biasa karena dikepung pasukan Belanda di sekitar hutan.
“Saat itu, kami terdesak dan akhirnya masuk ke dalam hutan rotan yang berada di sekitar Kediri. Bahkan, logistik pasukan sudah tidak mendukung karena kami tidak bisa keluar hutan,” ujar Abu.
Meski berada dalam kondisi kelaparan yang luar biasa, pasukan masih tetap bertahan untuk melakukan perlawanan. Hingga akhirnya di suatu malam, Ajudan I Jenderal Soedirman, Soepardjo Rustam menembus barikade tentara Belanda menuju desa terdekat di kawasan hutan rotan.
“Saya ingat waktu itu, Soepardjo Rustam membawa sarung dan baju bekas menembus barikade pasukan Belanda yang mengepung kami. Pardjo saat itu menembus sendiri barikade pasukan Belanda, tujuannya ternyata ingin menukar sarung dan baju bekas dengan makanan,” paparnya.
Dalam kegelapan malam tersebut, Supardjo Rustam menembus barikade pasukan Belanda yang lengah. Hingga akhirnya, Supardjo Rustam berhasil kembali membawa bahan makanan untuk pasukan yang dipimpin Jenderal Soedirman saat melakukan perang gerilya.
“Parjo (Suparjo Rustam) ternyata berhasil menembus barikade dan membawa pulang logistik berupa makanan. Namun, logistik yang didapat ternyata terbatas. Saat itu, kami kira membawa nasi tapi ternyata yang didapat adalah nasi oyek. Dan kami tetap membaginya untuk menambah energi pasukan,” katanya.
Selain pengalaman di hutan rotan, kesetiaan pasukan terhadap Jenderal Soedirman juga digambarkannya saat perjalanan perang gerilya di wilayah Kediri. Kala itu, jelas Abu, pasukan Jenderal Soedirman bertemu dengan laskar dan pasukan lainnya yang ingin bergabung dengan mereka. Namun, pemberlakuan agar selalu curiga terhadap pasukan lain tetap dipegang teguh pasukan kala itu.
“Pernah suatu ketika, kami bertemu dengan pasukan dan laskar rakyat lainnya di wilayah Kediri. Saat itu, kami tidak bisa mengidentifikasi mana lawan dan kawan. Karena susah membedakan mana lawan dan kawan, pasukan kemudian dibagi dua. Pembelahan pasukan tersebut kemudian dilakukan dengan membuat iring-iringan Jenderal Soedirman palsu,” ungkap Abu.
Metode ini dilakukan untuk mengantisipasi keselamatan Jenderal Soedirman. Abu mengatakan ancaman adanya mata-mata diantara kerumunan warga dan pasukan lain yang ada saat itu, cukup besar untuk membocorkan ke pihak musuh.
“Akhirnya kami sepakati pasukan akan sampai di satu titik pertemuan. Untuk Jenderal Soedirman palsu, kami mencari seorang prajurit yang memerankan sosok Jenderal Soedirman. Saat itu terpilih, Kapten Heru Keiser dari angkatan laut. Dia kemudian didandani seperti Pak Dirman dan ditandu,” jelasnya.
Jenderal Soedirman yang asli saat itu sakit parah, kemudian digendong Kapten Cokroparnolo sepanjang perjalanan menuju titik yang ditentukan. Sepanjang perjalanan menuju titik pertemuan, banyak warga yang bertanya-tanya tentang orang yang digendong tersebut.
“Kami bilang saat itu, bahwa yang digendong adalah pengungsi tua yang butuh pertolongan. Kami lakukan hal ini untuk menyelamatkan Jenderal Soedirman, karena bagaimana pun juga beliau adalah pemimpin kami yang harus dijaga dan simbol bagi pasukan untuk mempertahankan kemerdekaan,” paparnya.
Setelah sampai di titik yang ditentukan, Abu mengatakan banyak pasukan yang bersama Jenderal Soedirman palsu tersebut yang tewas. “Banyak kawan kami yang tewas dalam perjalanan tersebut, tetapi kami harus tetap bertahan untuk menjaga perjuangan mempertahankan kemerdekaan,” terangnya.
Uwin Chandra