Mengintip Prosesi Jamasan Pusaka di Banyumas

Ragam712 Dilihat
Sesepuh adat mencuci pusaka pada tradisi jamasan pusaka di Langgar Jimat Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, Kamis (22/11). (ns/purwokertokita)

Purwokertokita.com – Dua desa di wilayah Kabupaten Banyumas, Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas dan Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, memiliki tradisi unik setiap bulan Maulid. Masyarakat memenuhi gelaran jamasan pusaka di kedua tempat itu, Kamis (22/11).

Ratusan penikmat dan pelestari budaya Jawa hadir sejak pagi di Museum Pusaka Kalibening. berjalan menuju Sumur Pesucen di dalam komplek Makam Mbah Kalibening. Di sumur yang berstatus cagar budaya tersebut lebih hampir 200 tosan aji dan benda-benda pusaka lainnya di cuci.

Usai pencucian, benda-benda itu dibawa kembali ke Museum Pusaka untuk dijemur dan dihitung. Sementara sesepuh adat dan juru kunci menafsirkan pertanda yang muncul saat menghitung jumlah pusaka.

“Keunikan Jamasan Pusaka Kalibening adalah jumlah pusaka yang selalu berubah. Padahal, selama setahun tempat penyimpanannya tidak pernah dibuka,” kata Ketua Panitia Jamasan, Sutrimo.

Menurut dia tahun ini ada beberapa catatan perubahan, misalnya akar berkurang dua padahal tahun 2017 terdapat tiga buah akar. Sedangkan pada 2018 tersisa satu akar. Benda pusaka lain yang berkurang diantaranya mata uang, pedaringan wasiat dan berbagai macam kayu mimang. Sedangkan benda pusaka yang bertambah pada 2018 misalnya batu beraneka ragam dan warna. Untuk batu permata juga ada penambahan. Lalu keris tanpa wrangka, kelapa sawit, kain kuno, mata tombak tanpa wrangka dan sabuk rajah.

Bertambah dan berkurangnya benda pusaka tersebut memiliki makna. Menutur kepercayaan leluhur, perhitungan benda pusaka merupakan pertanda zaman. Contohnya, bertambahnya batu permata melambangkan kemunculan personel atau tokoh yang bakal membawa kejayaan.

“Hal itu hanya prediksi manusia. Perjalanan selanjutnya, diserahkan kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,” ujarnya.

Sementara Langgar Jimat Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, tempat semua pusaka peninggalan Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677 juga digelar jamasan pusaka. Anggota Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) menggelar Kirab Kerabat menuju Langgar Jimat yang berjarak sekitar dua kilometer dari balai desa.

Setelah sampai di halaman Langgar Jimat, seluruh benda yang tersimpan di dalam Langgar Jimat dikeluarkan untuk dijamas oleh para penjamas di atas altar yang berada di depan bangunan tersebut. Satu persatu benda dikeluarkan dari tempatnya yang selanjutnya untuk dijamas dan dihitung jumlahnya. Benda yang pertama kali dijamas berupa “bekong” atau alat penakar beras.

“Tahun ini, bekong nampak basah. Bisa jadi pertanda tahun ini air akan melimpah,” kata Ketua Kerabat Jamasan Desa Kalisalak, Bachtiar.

Peristiwa unik pun terjadi saat pembacaan naskah daun lontar. Saat hening cipta, rupanya tangan juru kunci, Satiman bergetar. “Jadi tidak dibaca, kami tidak berani. Mungkin ini jadi peringatan untuk membersihkan diri dan berhati-hati dalam bertindak,” tambahnya.
(NS)

Tinggalkan Balasan