Menelisik Pengharapan Tahun Mendatang Dari Kalibening

Ragam224 Dilihat
Kuncen museum pusaka Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas memperlihatkan ratusan benda pusaka sehabis penjamasan di Sumur Pasucen yang dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com)
Kuncen museum pusaka Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas memperlihatkan ratusan benda pusaka sehabis penjamasan di Sumur Pasucen yang dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Tak terasa tahun 2016 berlalu menuju 2017, doa dan harapan akan masa yang lebih baik di tahun baru kerap, dilantunkan di dalam hati segenap warga dari berbagai lapisan masyarakat. Tak terkecuali, masyarakat di Kabupaten Banyumas yang berharap akan datangnya tahun yang lebih baik dari sebelumnya.

Bagi masyarakat di Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas, yang masih memegang teguh kepercayaan tradisi dari leluhur, keberadaan benda peninggalan leluhur yang tersimpan di museum pusaka desa setempat, diyakini dapat menelisik perubahan perilaku dan alam di masa mendatang.

Pun ini sedikit catatan dari laku jamas pusaka dari Grumbul Kalibening Desa Dawuhan saat maulud nabi yang terekam oleh pewarta Purwokertokita.com yang melihat dekat.

Sedari pagi sekitar belasan orang dengan mengenakan pakaian adat tradisional khas banyumasan hilir mudik di sekitar museum pusaka Grumbul Kalibening Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas Jawa Tengah. Pertanda aktivitas rutin tahunan untuk menjamas pusaka tradisional yang jumlahnya hingga mencapai empat ratusan lebih benda pusaka dipersiapkan sejak malam sebelumnya.

Pun tak lupa, semerbak dupa yang dibakar meresap hingga udara sekeliling menjadikan suasana sakral dalam upacara jamasan pusaka di Grumbul Kalibening akan dimulai. Warga dari kalangan tua-muda, lelaki-perempuan beriringan membawa benda-benda pusaka dalam lipatan kain mori putih yang dibawa menuju Sumur Pasucen di atas bukit pemukiman warga.

Sumur Pasucen yang dianggap menjadi pusat ritual akan ditempuh peziarah dan penganut kepercayaan Jawa-Banyumasan. Bagi warga Kalibening, Sumur Pasucen merupakan sumber mata air yang dikeramatkan. “Air terus mengalir dari sana, meski saat musim kemarau sekalipun. Tak pernah ada habisnya,” kata Sutrimo, warga Kalibening yang berada di museum pusaka, beberapa waktu lalu.

Benda pusaka yang dijamas pun tampak berbeda dari benda pusaka pada umumnya. Dari data yang ada di museum pusaka, setidaknya ada 400-an lebih benda pusaka yang tersimpan. Menurut juru kunci museum, Rudin Muhammad Soleh, setiap tahun saat dibuka, jumlahnya kerap berubah-rubah. “Untuk tahun ini ada 494 benda pusaka yang didominasi batu beraneka ragam dan warna yang berjumlah 142 buah,” ujarnya saat ditemui.

Ia mengemukakan, setiap benda pusaka harus dijamas di Sumur Pasucen pada setiap 12 Rabiul Awal. Ritual ini berbeda dari kebanyakan dilakukan di wi mempulayah lain yang melakukan jamas pusaka pada setiap 1 Sura atau tahun baru Jawa. “Ritual ini sudah dilakukan sejak dari zaman leluhur kami. Untuk waktunya disamakan dengan hari suci, yakni kelahiran Nabi Muhammad,” ujarnya.

Antusiasme warga saat menyaksikan ribuan pusaka peninggalan leluhur di museum pusaka Desa Dawuhan Banyumas, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com)
Antusiasme warga saat menyaksikan ribuan pusaka peninggalan leluhur di museum pusaka Desa Dawuhan Banyumas, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com)

Diakuinya, sebelum melakukan penjamasan, kerabat di museum Kalibening kerap menunggu waktu membuka ruang pusaka yang berada di tengah museum. Dalam ruangan itu, diletakan berbagai benda pusaka mulai batu hingga kain kuno bahkan juga kain kuno batik banyumasan. “Semuanya dijamas, kecuali kitab kuno dan kain kuno yang ada,” ujarnya.

Malam sebelum penjamasan, sekitar lewat tengah malam, Rudin bersama kerabatnya melakukan penghitungan jumlah benda pusaka yang tersimpan. Tengah malam, jelas Rudin dipercayai sebagai waktu yang tepat karena dimaknai memiliki cahaya bening dan bisa berkonsentrasi dalam melakukan penghitungan. “Biasanya kami melakukannya mulai pukul 00.00 hingga menjelang pagi,” jelasnya.

Ia mengemukakan, tidak semua benda sesuai jumlahnya pada setiap kali dihitung dalam kurun waktu setahun sekali. Ia mencontohkan ada beberapa benda yang jumlahnya berkurang atau bertambah.

“Seperti batu beraneka ragam dan warna tahun ini jumlahnya berkurang sekitar 19 buah. Selain itu, ada tambahan benda baru berupa kudi yang kita tidak mengetahui pasti datang dan perginya benda seperti apa,” jelasnya.

Dalam setiap pertambahan dan pengurangan benda pusaka tersebut, jelas Rudin, memiliki makna yang tersirat dalam kehidupan di alam raya. Ia mengemukakan, setiap benda memiliki makna yang beragam dan kerap dijadikan penuntun dalam menempuh hidup di masa mendatang.

“Sebenarnya semua dikembalikan kepada Allah. Tetapi ini, hanya bentuk tanda dari alam yang dimaknai tertentu,” jelasnya.

Rudin menyampaikan, ada pertanda alam hingga perilaku manusia, sejak hari ini hingga tahun mendatang yang kerap ditandai melalui perubahan jumlah benda pusaka di Kalibening. “Tahun ini ada beberapa pertanda yang menjadi prediksi,” ujarnya.

Puluhan keris di museum pusaka Grumbul Kalibening Desa Dawuhan Banyumas diperlihatkan kepada masyarakat umum usai jamas pusaka, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokerto).
Puluhan keris di museum pusaka Grumbul Kalibening Desa Dawuhan Banyumas diperlihatkan kepada masyarakat umum usai jamas pusaka, beberapa waktu lalu. (Uwin Chandra/Purwokerto).

Beberapa benda pusaka yang bertambah seperti Gendiwung atau alat jaman kuno yang digunakan untuk mempersenjatai keamanan kampung, keris berwrangka dan tidak berwrangka, kain kuno, semar dodok, mata uang, pedaringan wasiat serta kudi kuno. Rudin menjelaskan pertambahan gendiwung mengisyaratakan harus diperkuatnya pengamanan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang tidak diinginkan.

“Pertambahan semar dodok menunjukkan semakin bertambahnya manusia-manusia yang mempunyai kebijakan dan kesadaran mapan tentang kehidupan. Tambahnya mata uang kuno melambangkan kemakmuran. Kemudian penuhnya pedaringan wasiat melambangkan kelimpahan panen dan manusia wajib bersyukur,” ucapnya.

Selain penambahan, ada beberapa benda yang berkurang dan memiliki makna tersirat menurut kepercayaan mereka. Rudin menjelaskan benda pusaka yang berkurang seperti kayu mimang.

“Maknanya, semakin berkurang hubungan antar individu dan antar manusia sehingga mengurangi persatuan dan kebersamaan. Selain itu, kemenyan madu juga berkurang dan melambangkan perilaku manusia yang berkurang kesadaran untuk mengingat leluhur, pendahulu yang telah berjuang demi kemajuan yang kita nikmati sekarang,” jelasnya.

Pun berkurangnya jumlah benda pusaka terjadi pada batu beraneka ragam yang menyimbolkan terealisasinya berbagai macam bangunan fisik. Sementara itu, pedang atau klewang yang juga berkurang dimaknai perlunya antisipasi adanya permusuhan bersenjata.

“Kalau pedang atau klewang ini sebenarnya kan bukan senjata asli Banyumas, bisa jadi ini tanda yang akan terjadi di sekitar wilayah Banyumas,” ujarnya.

Meski begitu, ia menegaskan sekali lagi, jika pertanda atau prediksi ini hanyalah simbol dari leluhur yang ditradisikan turun temurun di wilayah Kalibening. “Semua ini hanya prediksi, berpegang teguhlah kepada iman. Karena semua yang terjadi adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan