Purwokertokita.com – Budayawan Banyumas, Ahmad Tohari menyayangkan semakin sedikitnya warga lokal di wilayah Kabupaten Banyumas yang menggunakan bahasa Banyumasan atau Basa Panginyongan sebagai bahasa keseharian untuk berkomunikasi dalam keluarga.
Menurut Ahmad Tohari, sebagian besar keluarga muda di Banyumas lebih menggunakan bahasa Indonesia yang dianggap lebih modern. Mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keluarga yang secara otomatis menjadi bahasa ibu bagi anak-anak mereka.
Tohari menuturkan, media juga memiliki pengaruh besar dalam mengubah persepsi masyarakat terhadap Basa Panginyongan. Banyak media, terutama televisi, yang menjadikan penutur Basa Panginyongan sebagai objek komedi. Hal ini menyebabkan para penutur Basa Panginyongan minder.
“Kita harus menghidupkan kembali bahasa Banyumas, harus yakin itu penting, dan baik sekali. Kalau kita menyerahkan pada dinamika sosial, maka akan habis,” kata Tohari beberapa waktu lalu.
Penulis Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini mengajak masyarakat untuk kembali menggunakan bahasa dialek Banyumasan atau Basa Panginyongan. Menurutnya, langkah paling efektif yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakannya saat berkomunikasi dalam keluarga.
Sementara itu, Wiwit Yuni, pegiat Komunitas Inyong Blogger mengatakan, minimnya muatan lokal di dunia pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga tingkat jenjang menengah ke atas, turut memengaruhi semakin sedikitnya masyarakat yang menggunakan Basa Panginyongan.
“Upaya melestarikan Basa Panginyongan harus dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah. Dengan begitu rasa bangga terhadap Basa Panginyongan sudah ditanamkan sejak dini,” ujar Wiwit yang juga aktif mengelola akun media sosial dengan konten lokal ini, Kamis (22/2). (RS/YS)