Purwokertokita.com – Pakar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho menilai hakim dalam sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur non aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa mengabaikan kesaksian para saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasalnya, saksi-saksi yang diajukan oleh pelapor tak sesuai dengan kaidah doktrin saksi dalam ilmu hukum. Hal itu menyebabkan kesaksian jadi tak bernilai.
“Kemarin kan sudah saya jelaskan. Itu, kita kembali ke doktrin saja. Doktrin itu, yang namanya saksi itu, terutama kan apa yang dia dengar, dia lihat dan dia alami. Kan begitu. Kalau dia tidak melihat dan tidak melihat ya jadi tidak bernilai,” tegas Prof Hibnu Nugroho, Selasa.
Padahal, seluruh saksi yang diajukan oleh jaksa tidak ada satu pun yang menyaksikan secara langsung pidato Ahok di kepulauan seribu. Seluruh saksi hanya melihat dan mendengar lewat tayangan video dari berbagai media, seperti YouTube. Artinya, menurut Hibnu para saksi tidak ada yang secara langsung mendengar, melihat dan mengalami.
“Karena dalam pemahaman saksi itu, ada yang disebut, relevansi. Kedua, dipercaya. Dan keterangan itu juga harus mempunyai beban bukti yang kuat. Begitu lho. Kalau tidak mendengar doktrin menyatakan bahwa apa yang dia lihat apa yang didengar dan apa yang dialami. Doktrinnya seperti itu. Berarti kesaksian yang diberikannya tidak sesuai dengan kaidah ilmu hukum,” jelasnya.
Dia mengaku terkejut dengan saksi yang diajukan oleh jaksa pada sidang keempat Ahok dengan agenda keterangan saksi-saksi. “Kemarin saya pikir apa yang akan dilakukan jaksa itu cukup akurat. Ternyata begitu sidang ternyata seperti itu. Makanya bisa blunder,” tukasnya.
Hibnu mengemukakan, Jaksa mestinya bisa menghadirkan saksi-saksi yang memang melihat secara langsung dan berada di lokasi saat Ahok berpidato. Akan tetapi Hibnu mengaku tak bisa memprediksi apakah Ahok akan lolos atau tidak lolos dalam kasus penistaan agama ini. Sebab, selain saksi, jaksa juga masih bisa mengajukan bukti hukum lainnya. Sebab, kesaksian hanya merupakan salah satu dari beberapa alat bukti.
“Kalau memang tidak bisa lewat kesaksian, bukti kan banyak. Ada keterangan saksi, ada keterangan ahli, ada petunjuk, ada barang bukti. Kalau memang kemarin tidak mempunyai ya saya kira harus diabaikan. Jaksa haru mengkualifikasi bukti-bukti lain yang mempunyai lain mempunyai nilai cukup akurat,” paparnya.
Disandingkan dengan kasus penistaan agama dengan terlapor Habib Rizieq Shihab, Hibnu enggan menjawab. Sebab, kasus tersebut belum diproses hukum. “Saya tidak ngerti. Saya akan menjawab kalau sudah diproses di lapangan. Sepanjang saya tidak lihat posisi seperti apa, saya tidak mau menjawab. Kita kan tidak tahu apa yang terjadi,” pungkasnya.