Purwokertokita.com – Longsor di Desa Clapar Madukara Banjarnegara membuat sejumlah petani salak kehilangan lahannya. Padahal, di desa itu hampir seluruh penduduknya bertani salak pondoh.
“Longsor menyebabkan putusnya jalan utama desa, ekonomi menjadi lumpuh,” ujar Yusmin, 48 tahun, petani salak Desa Clapar, saat berbincang dengan Purwokertokita.com, Kamis (31/3).
Ia mengatakan, untuk menjual salaknya, ia harus pergi memutar jalan lain yang lebih lama sekitar empat jam. Kendaraan pembawa salak harus melalui Kecamatan Pagentan, Pejawaran, Karangkobar baru ke Banjarnegara.
Yusmin mempunyai kebun salak sekitar setengah hektare. Ada 700 pohon yang ditanam di lahan itu.
Setiap bulan, ia bisa dua kali panen. Sekali panen, Yusmin bisa mengantongi Rp 6 juta. “Penghasilan PNS lewat deh,” katanya. Bahkan banyak yang berpenghasilan lebih dari Rp 10 juta sekali panen.
Hampir seluruh penduduk di desa itu, bertani salak. Selain itu, ada seorang warga yang menjadi guru dan polisi. Sisanya memilih menjadi petani salak pondoh.
Dari pengamatan Purwokertokita.com, rumah penduduk Desa Clapar rata-rata bertingkat dan bagus. Rumah tersebut menjadi simbol kemakmuran desa.
Tapi kini, rumah mereka telah kosong. Harta benda mereka sudah diungsikan ke sanak famili. “Kalau malam kami sekeluarga mengungsi, apalagi kalau hujan deras, takut longsor membawa rumah kami,” katanya.
Meski topografi desa tersebut berbukit, hampir sebagian besar ditanami pohon salak. Pun hutan Perhutani ditanami pohon pinus. Keduanya merupakan tumbuhan yang tidak bisa menahan tanah gembur yang merupakan karakter tanah di desa itu.
Menurut penelitian dosen dan mahasiswa Tehnik Geologi Fakultas Geologi Universitas Jenderal Soedirman, salah satu penyebab terjadinya longsor karena banyaknya tanaman salak dan pinus di daerah itu. Akarnya yang pendek dan serabut, tidak mampu menahan tahan, apalagi saat musim penghujan.