Kilas Balik: Pergerakan Macan Tutul Dipantau Melalui Kamera

Lingkungan, Peristiwa296 Dilihat
Seekor macan tutul (Panthera pardus melas) ditemukan terperangkap di sebuah perangkap babi hutan di Desa Kuta Agung Kecamatan Dayeuhluhur Cilacap,Kamis (27/9). Rencananya, kucing besar itu akan dilepasliarkan kembali di Nusakambangan. (Aris Andrianto)
Seekor macan tutul (Panthera pardus melas) ditemukan terperangkap di sebuah perangkap babi hutan di Desa Kuta Agung Kecamatan Dayeuhluhur Cilacap,Kamis (27/9). Rencananya, kucing besar itu akan dilepasliarkan kembali di Nusakambangan. (Aris Andrianto)

Purwokertokita.com – Semakin sempitnya habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) membuat binatang yang terancam punah itu semakin kesulitan mencari makan. Mereka seringkali turun ke pemukiman masyarakat untuk mencari makan. Untuk memantau pergerakan macan tutul di lereng Gunung Slamet, Biodiversity Community Society sudah memasang kamera trap di hutan Gunung Slamet.

“Riset mengenai macan tutul saat ini masih sangat minim, kami ingin memulainya dengan memasang kamera trap ini,” kata Koordinator BCB, Timur Sumardiyanto, di lereng selatan Gunung Slamet, Kamis (9/1).

Ia mengatakan, karnivora besar yang tersisa di Jawa saat ini hanya macan tutul. Macan tutul menjadi penguasa setelah kerabat terdekatnya yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah oleh IUCN pada awal dekade 80-an yang lalu.

Namun, kata Timur, nasib kucing pemanjat ini tak lebih baik dari harimau jawa. Status konservasinya masuk dalam kategori Criticaly endangered. Bahkan, informasi tentang satwa kharismatik ini sangat minim, mengingat kurangnya riset-riset yang dilakukan untuk menunjang upaya konservasinya.

Timur mengatakan, Jawa memang sudah tidak ramah lagi bagi karnivora besar seperti macan tutul. Hutan alam yang ada sudah sangat sempit dan itupun terpecah-pecah sehingga tidak memungkinkan satwa yang tinggal di dalamnya berinteraksi dengan satwa di petak yang lain.

Menurut dia, dengan rata-rata pergerakan 6-10 kilometer persegi, praktis habitat yang ada tidak dapat mendukung keberlangsungan hidup macan tutul jawa. Daya dukung yang dimaksud antara lain ketersediaan satwa mangsa, tempat berlindung yang aman dan jauh dari gangguan aktifitas manusia, serta ruang gerak yang cukup bagi individu tanpa berkonflik dengan individu macan yang lain.

Koordinator Banyumas Wildlife Photografi, Apris Nur Rakhmadani mengatakan, pemasangan kamera trap dilakukan untuk melakukan pendataan populasi macan tutul. “Pendataan ini bertujuan untuk mengidentifikasi petak hutan mana saja yang masih dihuni oleh macan tutul,” katanya.

Ia mengatakan, keberadaan macan tutul dapat dilihat dari jejak yang ditinggalkan berupa tapak kaki, scratch, cakaran di pohon maupun kotoran. Agar diperoleh data individu, dipasang kamera trap. Kamera trap merupakan kamera yang akan memotret setiap gerakan maupun suhu panas dari satwa yang melintas di depannya. Kamera ini dipasang di kawasan hutan Notog, Kebasen, dan juga gunung Slamet.

Apris menambahkan, beberapa petak hutan yang diteliti menunjukkan adanya keberadaan macan tutul jawa. Meskipun petak hutan tersebut relatif sempit, namun ketersediaan satwa mangsa sangat beragam.

Hal ini dibuktikan, kata dio, dengan tertangkapnya berbagai jenis mamalia mulai dari musang, garangan sampai kijang. Selain jenis-jenis tersebut, teramati juga banyaknya monyet ekor panjang yang menghuni kawasan hutan tersebut. “Monyet merupakan salah satu satwa mangsa utama macan tutul jawa,” katanya.

Masih menurut Apris, tingkat ancaman terhadap kelestarian macan tutul jawa dan satwa mangsanya di kawasan hutan yang diteliti juga sangat tinggi. Pembukaan lahan hutan untuk pertanian tumpang sari masyarakat masih belum memperhitungkan keberadaan satwaliar.

Selain itu, katanya, perburuan menggunakan senapan angin sangat tinggi. Hal ini dibuktikan juga dengan tertangkapnya beberapa pemburu oleh kamera trap. “Bahkan, kami menemukan sisa-sisa bangkai monyet ekor panjang yang tertembak dan dikuliti oleh pemburu di lokasi penelitian,” katanya geram.

Pegiat LSM Harimau Kita, Hariyawan Agung Wahyudi mengatakan, macan tutul bersifat soliter dan memiliki teritori. Individu macan yang satu dengan yang lain tidak dapat hidup dalam teritori yang sama, terlebih sesama individu jantan dewasa. “Masalah tidak kalah seriusnya yang mengancam kelestarian macan tutul jawa adalah perburuan dan konflik dengan manusia,” katanya.

Ia menambahkan, setidaknya 5 ekor macan tutul terbunuh sepanjang tahun 2013 di berbagai tempat di Jawa. Salah satunya terjerat oleh jerat babi yang dipasang pemburu di kawasan Bukit Pembarisan, Dayeuhluhur Cilacap.

Menurut dia, setidaknya 10 kejadian konflik antara macan tutul jawa terjadi dalam kurun 5 tahun terakhir. Rata-rata, macan tersebut turun ke perkampungan dan membuat masyarakat resah.

Tinggalkan Balasan