Purwokertokita.com – Buruh migran selama ini bukanlah prioritas pemerintah untuk dilindungi. Meskipun mereka selama ini sering disebut sebagai pahlawan devisa.
Lalu, apa pandangan anak muda terhadap kondisi buruh migran? Lihatlah film dokumenter berjudul Kampung Film Buruh migran. Film ini ciamik sehingga layak diganjar juara pada kompetisi dokumenter buruh migran.
Film dokumenter berjudul Kampung Buruh Migran garapan garapan pelajar SMAN 1 Rembang Purbalingga diganjar film Terbaik I dalam Kompetisi Dokumenter Buruh Migran, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Kamis (10/12). Film besutan sutradara Reza Raenaldy ini berhasil menyisihkan 30 film yang bersaing pada even hasil kerjasama Pusat Penelitian Gender, Anak dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) dan Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) ini.
“Perjuangan kami harus jauh-jauh ke Wonosobo tidak sia-sia. Penghargaan ini kami persembahkan untuk buruh migran di Indonesia,” kata Reza, usai menerima piala dari Wakil Bupati Banyumas, Budhi Setiawan.
Film produksi Gerilya Pak Dirman SMAN 1 Rembang ini mengisahkan tentang perjalanan sosok Maizidah Salas, seorang mantan buruh migran yang kini sukses bahkan mampu memberdayakan buruh migran lainnya di Desa Tracap, Kecamatan Kaliwiro, Wonosobo. Pengalaman pahitnya dimulai dari pelecehan seksual yang dialami saat masih duduk di bangku SMA yang membuatnya menikah muda dan berhenti sekolah.
Kehidupan rumah tangganya yang tak berjalan baik, membuatnya memutuskan untuk bekerja sebagai buruh migran. Sewaktu bekerja di Taiwan, dia pun ditipu oleh pihak penyalur tenaga kerja.
Pengalaman ini mendorongnya untuk membentuk komunitas buruh migran yang dikemudian hari menjadi bagian dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Kurang lebih sekitar 31 kelompok di 3 kecamatan dan itu semua adalah buruh migran yang pernah mengalami masalah dan korban trafficking.
Selain film Kampung Buruh Migran, pada kompetisi yang pertama kali juga memberikan penghargaan Terbaik II kepada film Antara Kuliah dan Kerja besutan duet sutradara Nur Hidayatul Fitria dan Muslihan dari Komunitas Sangkanparan Cilacap. Sedangkan Terbaik III diperoleh film Harapan yang Tak Kunjung Datang garapan sutradara Rima Widyasari dari jurusan Sosiologi Fisip Unsoed.
Pegiat JKFB, Canggih Setyawan mengatakan, uniknya para peserta dari kalangan pelajar lebih baik menggarap film tersebut dari segi sinematografi. Sementara kalangan mahasiswa masih perlu banyak belajar membuat film.
“Meski demikian ini akan menjadi pengalaman pertama bagi para mahasiswa. Kualitas film harus lebih ditingkatkan agar tidak kalah dengan para pelajar,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala PPAGPM LPPM Unsoed, Tyas Retno Wulan berharap, kompetisi dokumenter bertema “Perlindungan dan Pemberdayaan BMI” ini dapat digelar secara rutin. Pasalnya, media film sangat membantu menggugah empati generasi muda terhadap persoalan buruh migran.
“Isu buruh migran sebenarnya sangat dekat dengan lingkungan sehari-hari mereka. Terbukti peserta yang ikut cukup banyak,” ujarnya.
Sukmana Nugraha