
Purwokertokita.com – Senin (12/2) pagi, langit di Lembah Sungai Serayu serasa redup. Puluhan orang dari beragam kalangan berkumpul di salah satu rumah di Desa Plana, Kecamatan Somagede, Banyumas.
Di dalam rumah itu, terbaring sosok Dariah, Maestro lengger lanang Banyumas yang baru saja tutup usia. Dariah, yang memiliki nama asli Sadam, meninggal pada usia 97 tahun, sesuai dengan data diri yang tertera di KTP Elektronik miliknya.
Dalam suatu wawancara beberapa waktu lalu, Dariah tidak dapat menyebutkan angka tahun yang pasti tahun berapa Dariah dilahirkan. Meski di KTP elektroniknya tertulis seniman transgender ini dilahirkan pada 30 Desember 1921 dan berjenis kelamin lelaki.
Cucu Dariah, Sirwan menuturkan, Dariah meninggalkan satu orang anak angkat dan tiga cucu. Dia hanya berpesan untuk merawat peralatan pentasnya seperti konde, selendang, jarit, kebaya dan make up lainnya. Warisan itu, kini disimpan di rumahnya.
“Sebelum berpulang, Mbah Dariah menolak semua permintaan pentas termasuk rencana sejumlah mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang lengger,” katanya.
Sirwan menceritakan, sebelum wafat, Jumat (9/2) lalu, Dariah meminta seluruh keluarga berkumpul. Mbah Dariah ingin ditemani setiap hari. Selain itu, akhir-akhir ini Dariah juga sering minta dibelikan es dawet, kesukaannya.
Bukan hanya keluarga yang merasa kehilangan sosok Dariah, para seniman Banyumas yang mengenal Dariah sebagai sosok yang ramah, gemar bercerita dan tertawa lepas, merasa kehilangan sosok Maestro ini. Dariah dikenal selalu bersemangat jika diajak pentas meski usianya sudah senja.
“Yang paling saya suka dari Dariah itu. Kalau dengar gendingan calung Banyumasan, dia pasti mendekat, ingin ikut menari,” kata Sukendar, penabuh kendang yang kerap mengiringi pentas Dariah. (NS/YS)