Purwokertokita.com – Banyaknya suami yang tidak bekerja dan lebih senang bermain burung merpati, dianggap menjadi salah satu pemicu meningkatnya kasus perceraian di Purbalingga. Gugatan perceraian lebih banyak dilakukan oleh pihak perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik.
Panitera Pengganti Kantor Pengadilan Agama Purbalingga, Nur Aflah mengatakan, 90 persen rata-rata perceraian di Purbalingga disebabkan karena faktor ekonomi. Selain itu juga adanya perselisihan di keluarga yang berakibat pada perceraian.
“Di Purbalingga banyak buruh perempuan sedangkan laki-lakinya menjadi penerbang, penerbangan di sini bukan penerbangan pesawat udara namun menjadi penerbang burung merpati. Sehingga istri kemudian menjadi jengah yang berakibat pada gugatan perceraian,” katanya, Jumat (28/07).
Menurut Nur Aflah, perbandingan gugatan perceraian oleh pihak perempuan daripada gugatan cerai oleh pihak laki-laki, perbandingannya 10:1. Hal tersebut harusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah, masyarakat, perusahaan dan para ulama.
“Upaya pencegahan maraknya perceraian harus dilakukan oleh semua pihak, Pemda bisa melakukan instruksi kepada perusahaan-perusahaan yang ada dengan melakukan sosialisasi tentang memelihara perkawinan agar langgeng,” katanya.
Nur Aflah juga menambahkan, pihak perusahaan bisa melakukan acara tauziah mungkin sebulan sekali, agar keimanan karyawan tetap terjaga. Atau bisa dengan memutar CD sosialisasi tentang pernikahan di jam-jam kerja, sehingga karyawan bisa tetap kerja. (YS)