Purwokertokita.com – Eksplorasi panas bumi di wilayah kerja panas bumi Baturraden yang saat ini dikerjakan oleh PT Sejahtera Alam Energy, menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan pegiat wisata di Banyumas.
Wiwit Yuni, pegiat Komunitas Kaliwana (Canyoning Indonesia), yang fokus pengembangan wisatanya pada penelusuran ngarai, mempertanyakan tentang kebijakan pemerintah memberikan izin eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di Gunung Slamet.
“Gunung Slamet adalah ikon yang selama ini ditonjolkan dalam kegiatan wisata, keasrian alam dan sumber mata airnya menjadi daya tarik yang tidak dimiliki daerah lain. Proyek panas bumi ini sangat minim sosialisasi, kami tidak tahu proses perizinannya seperti apa, dampak positif dan negatifnya juga tidak diketahui teman-teman pegiat wisata secara menyeluruh,” ujar Wiwit, Jumat (2/6).
Menurut Wiwit, kejadian air keruh bulan Januari lalu di air terjun Curug Cipendok dampak dari pembukaan lahan hutan oleh PT SAE, menjadi catatan hitam bagi pengembangan wisata di wilayah Banyumas.
“Apa yang terjadi di Curug Cipendok, itu sudah menjadi ancaman nyata bagi pariwisata di Banyumas. Banyak pengunjung yang kecewa saat berkunjung ke sana dan ini menjadi catatan hitam bagi wisata Banyumas,” ungkapnya.
Sebelumnya, Riyanto Yusuf, Community Relation dari PT SAE mengatakan, sebagai upaya untuk meminimalisir dan mitigasi dampak dari kegiatan proyek pengembangan PLTP Baturraden, PT SAE akan membuat perangkap lumpur (silt trap) di lereng untuk menahan tanah jatuh ke jurang, pembuatan bronjong (gabion) untuk menyaring tanah yang mengakibatkan kekeruhan air, membuat saringan (strainer) untuk menyaring tanah atau lumpur yang bisa mengakibatkan kekeruhan air.
“PT SAE juga akan melakukan buka tutup terpal di lahan yang terbuka untuk mencegah tanah terkena air hujan yang bisa berpotensi longsor, pembuatan drainase atau saluran air sementara dan pembuatan saringan dengan bahan ijuk di jalur pembuangan air untuk menyaring tanah terbawa ke pembuangan,” ungkap Riyanto, melalui keterangan tertulisnya yang diterima Purwokertokita.com, Kamis (1/6).
Riyanto juga menampik isu yang berkembang di media sosial yang menyebutkan PT SAE akan membabat 24.660 Hektare hutan di Gunung Slamet.
Menurut Riyanto, proyek PLTP Baturraden memiliki daerah kerja seluas 24.660 Hektare, namun penggunaan maksimal kawasan hutan untuk keseluruhan kegiatan proyek tersebut adalah seluas 675 Hektare, atau kurang dari tiga persen dari totalnya.
“Berita yang menyebutkan bahwa PT SAE akan membabat 24.660 Hektare hutan di lereng Gunung Slamet adalah berita yang tidak benar dan mendiskreditkan PT SAE. Luas lahan 24.660 Hektare adalah luas Wilayah Kerja Panas Bumi Baturraden sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1557.K/30/MEM/2010, bukan menunjukkan total luas lahan yang akan dibuka,” tandasnya.
Berita Terkait