Begini Cara Perupa Muda Rayakan Kemerdekaan

Komunitas226 Dilihat
Pengunjung melihat-lihat karya yang dipajang pada pameran seni rupa “Mumpung Merdeka” yang digelar komunitas seni Pratima dan Gemading, di Pendapa Wakil Bupati Banyumas, akhir pekan lalu. (NS/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Pelaku seni rupa ternyata juga mewarnai perjuangan bangsa merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Mereka mengangkat senjata sekaligus berekspresi melalui goresan kuas untuk membakar semangat para pejuang.

Gambaran heroik itu seakan ingin dihadirkan kembali oleh 26 perupa muda yang berkolaborasi dengan sejumlah perupa senior. Mereka memajang 26 lukisan berbagai aliran dan 2 karya instalasi pada pameran “Mumpung Merdeka” yang digelar komunitas seni Pratima dan Gemading, di Pendapa Wakil Bupati Banyumas, 18-24 Agustus.

Dibuka dengan performing art dari seniman Padhepokan Cowongsewu, Titut Edi Purwanto yang berkolaborasi dengan Teater Kanvas SMKN 1 Purwokerto serta perupa senior Hadiwijaya.

Mereka menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Setelah aksi mereka, giliran musikus Bangkit dan Mita Salma beraksi memainkan biola serta keyboard menghibur para pengunjung yang melihat lukisan.

Esais Abdul Aziz Rasjid pada sesi diskusi “Kemerdekaan dalam Berkarya Seni Rupa” mengemukakan, perupa juga berperan pada masa perjuangan merebut kemerdekaan. Contohnya poster “Boeng, Ayo Boeng!” karya Affandi yang dibubuhi tulisan Chairil Anwar ternyata mampu membakar semangat untuk melawan penjajah.

“Dahulu perupa tidak hanya mengangkat kuas, tapi juga mengangkat senjata. Sekarang perupa muda mengangkat kuas untuk membebaskan ekspresinya. Pameran ini seakan ingin menunjukkan perupa Banyumas merayakan kebebasan berekspresinya,” ujarnya.

Namun sayang, tambah Aziz, kata “mumpung” yang diartikan sementara dalam tema pameran ini seakan-akan mengganggu kemerdekaan dan kebebasan berekspresi. Artinya, mungkin masih ada belenggu atau ganjalan untuk berkarya.

“Ini yang bisa menjawab panitia. Misalnya ruang pameran yang kurang representatif. Perjuangan perupa masa kini, yaitu merebut ruang-ruang publikasi karya,” ujarnya.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Asis Kusumandani usai membuka pameran mengatakan, seni rupa terutama lukisan Banyumas sudah dikenal sejak era 1970-1980. Kala itu, galeri lukisan beraliran mooij indie merajai jalanan Sokaraja.

“Perupa Banyumas punya potensi yang luar biasa. Kenapa sekarang seakan-akan tidak bisa. Ini harus dibangkitkan lagi lewat pameran-pameran semacam ini,” ujarnya.

Sementara itu, Titut Edi Purwanto dari Padhepokan Cowongsewu mengatakan, Pemkab Banyumas harus lebih tanggap dengan mendorong terwujudnya ruang pamer di Taman Budaya Soetedja yang sedang dibenahi.

“Di tangan perupa muda inilah, masa depan kesenian dan kebudayaan daerah terus didengungkan di luar daerah,” katanya.

Selain pajang karya, pameran ini juga diisi dengan aksi dari Paguyuban Banyumas Berproses, Andy Sueb dan Aristya Kuver, workshop melukis topeng, aksi mural serta hiburan dari musikus lokal. (NS)

Tinggalkan Balasan