Purwokertokita.com – Menyaksikan kera berpesta merebutkan gunungan buah dan sayur, menjadi tontonan yang tidak biasanya bagi para pengunjung Masjid Saka Tunggal. Pada perhelatan Festival Rewandha Bojana, di Desa Cikakak, Wangon, Banyumas, kera-kera yang hidup liar di hutan sekitar masjid mendadak menyita perhatian banyak orang, minggu (01/11).
Semua orang yang datang dengan antusias menunggu para kera mengambil buah dan sayur pada gunungan yang telah disuguhkan. Para pengunjung pun rela berdesakan, berebut tempat untuk bisa melihat kera makan.
Hal yang tidak biasa ini mungkin membuat para kera kaget, atau bahkan mungkin takut, mereka yang diharapkan merebutkan gunungan justru menjadi enggan mendekat. Tidak biasanya para kera ini mendapatkan makanan melimpah yang diberikan oleh banyak orang. Kesehariannya, mereka saling berebut makanan di hutan yang sudah semakin menipis, atau berharap kebaikan pengunjung yang memberi makan kacang dan butiran jagung.
“Lebih banyak orangnya daripada kera yang mau makan,” kata Hasan, salah satu pengunjung yang sengaja datang karena penasaran dengan festival memberi makan kera.
Ibarat ketiban durian runtuh, kera-kera liar ini disuguhi beragam buah dan sayur dalam bentuk gunungan. Apalagi di musim kemarau panjang, ketika hutan tempat mereka tinggal kering kerontang, sungai di sekitar desa pun tidak nampak ada air yang mengalir.
Festival memberi makan kera di komplek salah satu masjid tertua yang sudah dibangun sejak tahun 1288, bukan hanya untuk menyuguhkan kemeriahan semata. Ada makna mendalam dari perhelatan acara ini, hubungan manusia dengan sesama mahluk Tuhan yang seharusnya bisa saling berbagi.
“Secara filosofi, kita tidak hanya berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia, tetapi juga hubungan menjaga alam, salah satunya dengan menyayangi binatang,” tutur Deskart Sotyo Djatmiko, Koordinator Aliansi Pariwisata Banyumas.
Festival Rewandha Bojana telah sukses menarik minat banyak pengunjung untuk datang, acara ini menjadi ikon baru pariwisata di Banyumas. Tapi ratusan kera di sekitar Masjid Saka Tunggal, bukan hanya objek tontonan. Mereka butuh tempat hidup yang layak, dan tentu saja makanan.
Yudi Setiyadi