Purwokertokita.com – Seluruh atap dan sebagian tembok Gereja Kristus Rohani Indonesia (GKRI), di Dusun Karangjengkol, Desa Cilongkrang, Kecamatan Wanareja, Cilacap ambruk pada Selasa (26/9) pagi, lantaran terjadinya gempa Tasik berkekuatan 5 Skala ritcher, Senin (25/9).
Pendeta GKRI, Diah Rusdiana mengatakan, sebelum gempa, hujan deras juga terjadi di daerah ini. Diduga genteng bangunan gereja yang dibangun 1992 ini menyerap air sehingga lebih berat dan kerangka atap tak kuat menahan beban.
Menurut Diah, selain gempa, bangunan gereja itu tak stabil lantaran sisi tebing sungai sempat longsor pada musim penghujan tahun ini.
“Tebing yang longsor itu sebenarnya sudah diuruk dan dibangun talud. Tetapi, tanah bagian pondasi jadi labil,” ujar Diah, Selasa (26/9).
Diah menjelaskan, lantaran membahayakan, tembok gereja itu rencananya akan dirobohkan untuk dibangun ulang. Kejadian ini juga sudah dilaporkan ke Pusat GKRI di Bekasi, Jawa Barat.
“Sementara waktu, sekira 25 jemaat GKRI bakal beribadah di rumah saya,” tambah Diah yang kebetulan memiliki rumah bersebelahan dengan gereja.
Menariknya, mayoritas masyarakat sekitar yang beragama muslim pun turut bergotong royong mengevakuasi barang yang bisa diselamatkan dan membersihkan bangunan. Bahkan, dari sekira 20-an orang yang bergotong royong, hanya dua orang yang beragama nasrani yang merupakan jemaat GKRI.
“Kebanyakan yang bergotong royong warga muslim, warga sini. Justru yang lebih tahu warga sini, kalau ini (warga non muslim) kan rumahnya agak jauh di sana rumahnya,” jelas Diah.
Diah menerangkan, toleransi antar umat beragama di daerahnya memang tinggi. Menurut dia, yang paling cepat datang untuk membantu mengevakuasi dan membersihkan gereja adalah warga muslim.
“Hal ini sudah terpupuk lama di sini,” pungkasnya. (RS/YS)