Purwokertokita.com – Bunga Mawar selain enak dilihat ternyata memiliki potensi kepariwisataan sekaligus potensi ekonomi yang cukup potensial. Di sisi kepariwisataaan, bila bunga Mawar ditanam di kebun-kebun yang luas dengan rancangan tertentu dapat menjadi daya tarik tambahan bagi destinasi pariwisata Dieng. Di sisi lain, essence oil yang dihasilkanya memiliki nilai jual tinggi di pasaran sehingga diharapkan dapat menjadi tambahan atau sumber ekonomi baru bagi warga Dieng. Demikian disampaikan petani dan penggiat pariwisata Dieng, Sarwo Edi, Rabu (20/04) saat audiensi dengan Wakil Bupati di Rumah Dinas.
“Bila benar seperti informasi yang kami terima, hasil usaha dari bunga Mawar ini cukup tinggi nilai jualnya. Hasilnya setara dengan budi daya tanaman Kentang. Namun upaya ini butuh waktu dan contoh nyata. Karena itu, kami akan memulai upaya ini dari tanah milik kami, bekas lahan budidaya strawberi di desa Kepakisan” katanya.
Upaya rintisan pengembangan kebun bunga mawar ini, sambungnya, merupakan hasil kerja sama dengan praktisi di bidang essence oil dan pakar penelitian dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Berdasarkan hasil observasi awal pihaknya, Dieng merupakan tempat yang sangat cocok untuk bagi tumbuhnya bunga Mawar. Lingkungan Dieng sepadan dengan lingkungan pusat pengembangan bunga Mawar di Bulgaria yang menjadi rujukan pengembangan industri essence oil untuk bahan baku parfum.
“Menurut informasi, bunga Mawar tumbuh bagus di ketinggian 1000 m – 2000 m lebih di atas permukaan air laut. Dan Dieng berada di skala itu. Observasi pertama oleh Tim telah dilakukan dan akan dilanjutkan untuk tahap lebih detil lagi. Bila langkah ini berlanjut, kami mengharapkan dukungannya dari pihak Pemkab untuk pengembangannya ke depan” katanya.
Dosen Farmasi UII yang menjadi pendamping pengembangan Bunga Mawar, Lutfi menambahkan, untuk saat ini nilai jual hasil pengolahan essence oil dari bunga Mawar dengan grade bagus nilai jual di pasar per cc dalam dolar senilai dengan Rp 2,5 juta. Volume 1 cc tersebut merupakan hasil dari panenan bunga mawar seberat 1 ton. Tentu hal ini menjadi menarik mengingat usia tanam hingga panen bunga ini hanya butuh waktu 3 – 4 bulan dan untuk selanjutnya selama bertahun-tahun petani tinggal memanen tiap minggunya.
“Pendampingan kami tidak hanya sampai petani menanam dan menghasilkan, namun kami juga siap mempertemukan petani dengan pembelinya. Sehingga masalah pemasarannya ke depan petani tidak perlu khawatir” katanya.
Di dalam hal penyulingan minyak, imbuhnya, juga tidak butuh peralatan mahal dan besar, karena penyulingan bisa dilakukan secara sederhana dengan bantuan lemak hewan. Sehingga semua petani bisa melakukannya secara mandiri dan sangat memungkinkan dilakukan dalam skala UMKM. Carangnya, Lemak hewan digelar di papan kemudian bunga mawar ditebar dan ditaruh di atasnya. Kemudian lapak ini ditaruh di rak-rak lemari yang tertutup serta biarkan selama dua hari.
“Di dalam waktu dua hari tersebut minyak Bunga Mawar akan keluar diserap lemak. Untuk mendapatkan minyak tinggal memisahkan minyak dengan Lemak. Dalam pemisahan ini minyak bunga mawar akan terpisah dengan sendirinya” katanya.
Keuntungan lain yang diperoleh dari pengembangan bunga mawar adalah kebun-kebun bunga mawar nantinya akan menambah daya tarik obyek wisata baru di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hal ini seperti yang dikembangkan daerah lain seiring dengan trend wisata selfie yang tengah populer di kalangan wisatawan. Selain itu di pengembangannya ke depan, pihak UII juga mengagendakan KKN Tematik Science ke wilayah Kebun Bunga Mawar Dieng.
“Mahasiswa KKN bisa membantu dalam hal pengembangan essence oil Minyak Mawar. Bersama petani mereka melakukan penelitian untuk pengembangan produk-produk essence oil untuk peningkatan kualitas produk dengan nilai jual yang bagus di pasaran” katanya.
Wakil Bupati Hadi Supeno, pada kesempatannya tersebut menyatakan apresiasinya atas upaya rintisan yang dilakukan oleh Sarwo Edi bersama kelompoknya. Bila upaya ini dilaksanakan, katanya, jangan sampai dilakukan ecek-ecek dan tanpa arah jelas pengembangannya. Hadi mencontohkan upaya pengembangan minyak atsiri dari pohon Eucaliptus yang pernah dilakukan, saat petani telah mau bekerja sama dan menanam pohon dalam jumlah massal namun mereka dikecewakan karena ketidakjelasan tindak lanjutnya. Sehingga saat ini banyak pohon Eucalyptus ini yang ditebang.
“Intinya kalau mau dilaksanakan pengembangannya dengan melibatkan banyak pihak, pastikan dulu perencanaannya. Termasuk tindak lanjutnya ke depan. Jangan sampai warga Dieng dikecewakan lagi” katanya.