Jualan “Mendoan” A’la Pedagang Kacamata Keliling

Rehat141 Dilihat
Ilustrasi Mendoan. (Uwin Chandra/Purwokertokita.com
Ilustrasi Mendoan.
(Uwin Chandra/Purwokertokita.com

Purwokertokita.com – Beberapa hari ini Banyumas digemparkan dengan berita soal “mendoan” . Tapi sebagian orang ada yang bertanya heran, “Lho, bukannya wajar di sana ramai mendoan, kan memang makanan khas Banyumas?” Rupanya, dia belum dengar booming media dan masyarakat karena ada seorang pengusaha kuliner yang mendaftarkan nama “mendoan” sebagai merek dagang produk mendoannya.

Akibatnya, banyak silang pendapat bermunculan mengenai apa yang terjadi dan solusi apa yang perlu diambil. Sebagian masyarakat Banyumas pun turut heboh, apalagi setelah media nasional meliputnya. Bahkan, kasus ini langsung ditangani oleh Bupati Banyumas. Intinya Banyumas lagi heboh mendoan.

Nah, untuk itulah saya juga ingin sedikit memberikan catatan dan pandangan pribadi tanpa tendesi apa pun. Saya akan coba melihat kasus “mendoan” ini dari beberapa perspektif.

Perspektif bisnis:
Menurut saya, Fudji Wong cukup cerdas melihat peluang. Dia sadar, mana mungkin mampu mematenkan produk budaya. Namun “mendoan” sebagai merek yang bisa dipakai untuk produk mendoannya, dirasa menarik dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Apalagi, Banyumas menjadi salah satu kota tujuan kuliner dan kota transit, pariwisata serta pendidikan.

Perspektif politik:
Pemerintah cukup cerdik mengambil peluang untuk merebut hati publik. Dengan memanfaatkan polemik “mendoan”, yang namanya dicatut pengusaha sebagai merek produk mendoannya. Minimal, membangun citra seolah pemerintah sedang berjuang keras mengambil alih hak paten, padahal aslinya ini bukan hak paten.

Perspektif media:
Polemik atau konflik berbasis identitas menjadi sasaran empuk pemberitaan. Mereka jeli melihat peluang dengan memahami kadar membaca yang rendah dikalangan masyarakat, sehingga gemar menyelesaikan masalah dengan gaduh. Kegaduhan yang kontinyu berarti dapur ngebul juga kontinyu. Maka, selama bisa di push sampai level nasional, bahkan kalau mungkin sampe internasional, ya akan terus lanjut. Meski, sebenarnya penyelesaian masalah itu sendiri sangat sederhana.

Perspektif hukum:
Dengan adanya Fudji wong yang mendaftarkan “mendoan” sebagai merk, berarti telah melanggar UU nomor 15 tahun 2001 tentang Merk dan Hak Paten. Ini menjadi peluang bagi para ahli hukum untuk menggugat pendaftaran merek tersebut.

Ini sekaligus juga, menjelaskan kepada publik atas lemahnya lembaga yang diberi kewenangan untuk mengesahkan merek. Apakah mereka tak menguasai undang-undang, atau tahu tapi tetap dilegalkan demi uang? Biar positif, anggap saja kedua pihak (Fudji dan institusi terkait) alpa alias kurang jeli alias teledor alias lupa.

Perspektif budaya:
Mendoan adalah makanan hasil dari peradaban Banyumas yang sudah berpuluh bahkan beratus tahun hadir di tengah masyarakat Banyumas. Kasus “mendoan” ini, memberikan peluang bagi masyarakat Banyumas untuk memperkenalkan produk budaya kuliner mereka hingga ke kancah internasional, jika via promosi negatif.

Memanfaatkan konflik sebagai bagian dari promosi yang efektif, sehingga diharapkan identitas budaya dan produk budaya lain yang ada di Banyumas, diharapkan turut dikenal dan membuat orang-orang penasaran dan berkunjung ke Banyumas. Tentunya eksistensi Banyumas akan naik melebihi Purbalingga dengan kasus Sumanto-nya.

Perspektif Last Scientist/Colony Rhyme:
Band hiphop asli Banyumas yang menjadi salah satu grup favoritku ini punya lagu berjudul “mendoan”. Kasus ini akan memberikan peluang agar crew hiphop tersebut bisa lebih banyak diberi peluang manggung yang lebih luas.

Minimal ketika ada yg klik “mendoan” di mesin pencari semacam google dan yahoo, lagu mereka akan nongol dan ditonton. Sehingga Dinas pemuda olahraga budaya dan pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas akan paham, kalau di wilayahnya ada talent yang bikin lagu “mendoan”, yang karyanya udah turut nimbrung di kancah nasional dan internasional.

Perspektif kopi dengan mendoan:
Kopi dan mendoan ibarat suami istri, lelaki dan perempuan. Keduanya akan terasa hampa jika berdiri sendiri-sendiri. Tiada yang saling melengkapi, sehingga hidup belum cukup sempurna jika keduanya tak bersanding. Hal ini memberikan peluang bagi para penjual kopi atau penjual gorengan, dimana disitu ada kopi, harus ada mendoa.

Begitu juga sebaliknya jika anda disuguhi mendoan, setelahnya kopi musti bersanding disampingnya. Ibarat pahitnya kopi yang menyimbolkan kegetiran hidup dan gula yang manis menyiratkan kesenangan, saat bersenyawa menjadi simbol dinamika hidup. Disitulah mendoan yang gurih memberikan peran keseimbangan. Bagaimanapun pahit dan manisnya hidupmu, jalanilah secara berimbang, agar hidup ini akan terus terasa nikmat.

Perspektif pedagang kacamata:
Melalui kasus “mendoan” ini, saya sebagai pedagang kacamata mencuri peluang agar masyarakat melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang dengan kacamata yang berbeda-beda. Dan, Optik Hanief menyediakan berbagai macam frame dan lensa untuk pria wanita anak kecil sampai kakek nenek dengan model yang beragam. Pembelian bisa dilakukan secara cash atau pun kredit selama 6 bulan.

Silakan yang berminat datang ke toko kami di Jalan Brigjen Encung no 24 Bancarkembar, Purwokerto (sebelah timur markas pemadam kebakaran). Kami juga melayani pemeriksaan ke rumah anda untuk wilayah Purwokerto dan sekitarnya.

Tentunya masih banyak perspekrif yang bisa digali dari kasus tersebut. Mungkin dari perspektif Fiqih Hanafi akan berbeda dengan Fiqh Hambali. Atau mungkin, dari perspektif Rossi akan berbeda dengan Marquez. Untuk itu, saya ucapkan selamat hari Jumat. Semoga kerja anda terberkati. Yang sakit disembuhkan. Yang kehilangan diberi kesabaran. Yang berharap segera dikabulkan.

Kurang lebihnya mohon maaf, sekian dan terimakasih.

Jumat 6 November 2015

ace

M Azmy Abe
Pedagang Kacamata tinggal di Purwokerto

Tinggalkan Balasan