
Purwokertokita.com – Beragam peralatan pentas lengger, mulai dari sampur, sanggul berkonde, kemben dan jarik dipajang pada gantungan kayu di panggung yang terbuat dari anyaman janur yang membentuk sampur atau selendang. Di bawah sorotan lampu, nampak potret Dariah, maestro lengger lanang Banyumas yang telah tutup usia pada Februari 2018 silam.
Dariah telah berpulang pada usia 97 tahun, sang maestro memilih dunia lengger sebagai jalan hidupnya sampai akhir hayat. Sejak Jumat (14/9) sampai Sabtu (15/9), puluhan penari lengger dari berbagai tempat berkumpul di bukit Kendalisada, Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas demi menghormati jejak riwayat sang maestro.
Dariah menjadi sosok yang tak tergantikan dalam dunia lengger Banyumasan. Rianto, Penari lengger yang kini menjadi dosen tari dan membentuk komunitas lengger di Jepang mengatakan, sosok Dariah yang dia kenal sejak tahun 2007, telah mencapai posisi taksu atau memendarkan pesona luar biasa saat menari di atas panggung.
Menurut Rianto, Dariah telah melebur dengan dunia lengger, menghayati lengger begitu dalam dan tak pernah berhenti menari.
“Beliau saya anggap sosok yang telah melebur dengan tradisi lengger,” kata penari lengger asal Desa Kaliori ini, Jumat (14/9) malam.
Semangat Dariah sebagai penjaga tradisi lengger di Banyumas, telah merasuk ke berbagai kelompok penari lengger dari Lengger Miray Karashima Dewandaru Dance Company asal Jepang, Lengger Narsih asal Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas dan Lengger Langen Budaya asal Desa Papringan, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas.
Mereka menari penuh sukacita diiringi alunan calung Banyumasan, melantunkan gending-gendhing Banyumasan di antaranya Ricik-ricik, Sekar gadung, Gunungsari dan Eling-eling. Bukit Kendalisada seakan menjadi semesta lengger pada pagelaran Kendalisada Art Festival 2018 kali ini.
Kepala Desa Kaliori, Ofan Sofian mengatakan, Kendalisada Art Festival menjadi ruang berekspresi secara lapang bagi lengger yang telah menjadi figur budaya Banyumas dan telah bertahan ratusan tahun. Dia menyebut, ada 15 kelompok penari lengger yang berkumpul pada pagelaran Kendalisada Art Festival 2018.
Ofan menambahkan, bagi orang Banyumas, asal-usul lengger lahir sebagai kesenian rakyat sebagai bagian dari upacara kesuburan, di luar ekses peradaban negaragung.
“Kami mengundang beberapa penari dari luar negeri seperti dari Jepang, Italy, Spanyol untuk memperlihatkan bahwa seni tradisi lengger ini juga diminati masyarakat dunia. Harapan kami, muncul ketertarikan pada generasi muda sehingga regenerasi lengger tak putus,” ujar Ofan.
Dengan adanya Pagelaran Kendalisada Art Festival, Ofan ingin menjadikan Desa Kaliori sebagai desa seni budaya. Pasalnya, desa dengan penduduk kurang lebih 3200 keluarga ini juga kental dengan seni tradisi. Di grumbul Wogen, Desa Kaliori, terdapat petilasan lengger Mbah Melati yang dianggap sakral. Ada pula petilasan Kuda Kepang di grumbul Mertinggi.
Selain itu banyak pula warga yang merawat seni tradisi mulai dari bergiat dalam tari lengger, ebeg atau kuda lumping sampai membuat seni kerajinan topeng-topeng wayang.
“Gelaran ini semoga jadi pemantik tumbuhnya kantong-kantong kesenian yang berkembang jadi ekonomi kreatif warga Kaliori,” tambahnya.
Sementara itu, Pimpinan Produksi Kendalisada Art Festival, Sangrayana mengatakan, konsep panggung berbentuk sampur yang dibuat menggambarkan potensi dan kemungkinan artistik lengger yang tak pernah mengalami pembekuan, tak pernah kehilangan dinamik, dan terus mengeksplorasi kenyataan dan kekinian.
Gambaran tersebut juga digambarkan melalui penampilan penari lengger yang berasal dari lintas generasi dan wilayah.
“Kita melihat Lengger Narsih misalnya dari Desa Pegalongan sebagai generasi tua yang terus merawat tradisi lengger. Kita juga melihat pula Rianto dan Otniel Tasman yang mengembangkan lengger lanang dan mengenalkan ke warga dunia di event-event seni luar negeri,” katanya.
Kendalisada Art Festival menjadi gambaran tentang upaya untuk memperkokoh citra lengger sebagai bagian dari seni tradisi di Banyumas. Setelah berpulangnya sang maestro, para pegiat lengger terus berupaya menampilkan kekhasan dan inovasi kreatif pertunjukan lengger. (AA/YS)