
Purwokertokita.com – Baru-baru ini, seniman Padhepokan Cowongsewu membuat lukisan bernuansa mistis. Karya itu masih terpajang di sudut Pendapa Prabawulan, Agro Karang Penginyongan, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas hingga hari ini.
“Gunung Slamet Merana”, judul lukisan bergaya surealis karya seniman gondrong ini. Tampak menggambarkan sebuah gunung yang “berdarah-darah” dengan dominan warna merah dan hitam.
Karya ini selesai dalam waktu dua jam setelah gempa 6,9 skala richter menggoyang Pulau Jawa, Jumat, 15 Desember 2017 lalu. Getarannya yang cukup kuat menginspirasi Titut untuk menggoreskan kuas di atas kanvas.
Saat melukis, pria yang tinggal di Desa Pangebatan Karanglewas, Banyumas ini mengaku teringat dengan sosok Hangga Dwipa. Dia adalah petapa sakti yang bersemayam di Gunung Slamet.
“Gempa waktu itu adalah sinyal dari alam. Sebuah peringatan terhadap adanya aktivitas manusia yang merusak alam di Gunung Slamet,” ujar seniman ini tempo hari.
Seniman yang juga pemerhati budaya ini menuturkan, seperti halnya gunung lain di Pulau Jawa, Hangga Dwipa adalah sosok mistik yang menjaga Gunung Slamet. Dia juga dikenal dengan sebutan Kyai Slamet.
Titut menuturkan, Hangga Dwipa dalam bahasa Jawa kuno berarti Penyangga Pulau. Hal ini merujuk kepada Gunung Slamet yang juga disebut-sebut sebagai palak pusar Pulau Jawa.
Oleh karena itu, Kyai Slamet sengaja membuat lubang tersebut agar tidak meletus dahsyat demi menjaga keseimbangan alam disekitarnya. Sisa peninggalannya masih bisa dilihat hingga saat ini, seperti Pancuran Pitu, Pancuran Telu dan Guci.
“Tujuannya untuk membuat sirkulasi magma di perut gunung tetap terjaga,” ujar pria berambut gondrong ini.
Setiap kali Gunung Slamet meletus, sambungnya, selalu dikaitkan dengan peristiwa besar di Tanah Air. Contohnya, geger mower pemilihan Presiden empat tahun silam.
Perupa yang kerap tirakat ini mengatakan, di puncak Slamet juga terdapat dua sosok makhluk halus bernama Sang Hyang Jampang dan Sang Hyang Kendit. Sang Hyang Jampang yang berbentuk akar menjaga pepohonan, sementara Sang Hyang Kendit bertugas menjaga lingkar magma agar selalu terlihat berwarna kemerahan.
Menurut Titut, sinyal yang tergambar dalam lukisannya itu menjadi peringatan kepada masyarakat Banyumas dan sekitarnya, untuk menjaga kearifan lokal demi kelestarian alam dan lingkungan. (NS)