Tim Ekspedisi Soedirman VI kibarkan merah putih di Gunung Huascaran

Lingkungan, Peristiwa256 Dilihat
Dua pendaki dari UPL MPA Unsoed Purwokerto yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Soedirman VI berada di ketinggian Gunung Huascaran sekitar 5.650 meter di atas permukaan laut. (sumber: dokumentasi Tim Ekspedisi Soedirman VI)
Dua pendaki dari UPL MPA Unsoed Purwokerto yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Soedirman VI berada di ketinggian Gunung Huascaran sekitar 5.650 meter di atas permukaan laut. (sumber: dokumentasi Tim Ekspedisi Soedirman VI)

Purwokertokita.com – Tim ekspedisi Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pecinta Alam (UPL MPA) Univeristas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Soedirman VI, mengibarkan bendera merah-putih di Gunung Huascaran di kota Huaraz, Peru, bertepatan dengan ulang tahun ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia, Rabu (17/8).

Pengibaran merah putih tersebut dilakukan di ketinggian 5.650 meter di atas permukaan laut. Tim ekspedisi yang terdiri dari Dwi Novian Arbi, Aji Kurniawan, dan Arizal Maulana belum mampu memenuhi target awal yakni, puncak gunung tertinggi keempat di Amerika Latin yang berketinggian 6.768 meter di atas permukaan laut.

Menurut rilis yang diterima Purwokertokita.com dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kota Lima, Peru, salah satu personel tim ekspedisi sempat mengalami Accute Mountain Sickness (AMS).

“Sehingga harus dibawa turun ke base camp pendakian pada Sabtu (13/8). Tim lengkap sempat naik kembali, tetapi kondisi Arizal tidak bisa menyesuaikan ketinggian dan harus kembali ke Desa Musho. Pendakian, kemudian dilanjutkan dua personel dengan berbagai pertimbangan,” kata Sekretaris Pribadi Duta Besar Republik Indonesia, Rinoldy Sidiki melalui surat elektronik yang diterima Purwokertokita.com, beberapa waktu lalu.

Dikatakan, tim hanya mampu mencapai ketinggian 5.650 meter di atas permukaan laut. Padahal, camp dua berada di ketinggian 5.800 meter di atas permukaan laut. Akhirnya, pendaki dari kampus Unsoed memutuskan untuk menyudahi pendakian. “Kondisi tersebut dipengaruhi faktor alam yang sangat ekstrim, yakni longsor salju yang tidak mungkin dilalui antara jalur camp satu menuju camp dua,” tulisnya.

Dwi Novian menuturkan kepada petugas KBRI di Peru, pada Juli 2016 telah terjadi longsor atau avalanche dan retakan di sepanjang jaluar atau crevasse yang berada di antara jalur camp satu dengan camp dua yang biasa disebut La Canaleta di ketinggian 5.500 meter di atas permukaan laut.

“Kami sempat mencoba Ice Climbing sepanjang 30 meter di jalur berbeda dengan kemiringan 60-90 derajat. Namun, jalur tersebut sulit dilewati karena salju yang rapuh dan mengubur tim. Pendakian akan sulit dipaksakan dan harus menunggu lama agar jalur kembali normal, serta harus menunggu salju kembali padat,” ujar Dwi Novian.

Misi Budaya

Selain melakukan misi pendakian gunung tertinggi di Peru, tim ekspedisi UPL MPA Unsoed melanjutkan misi kebudayaan. Tim yang bernama Ekspedisi Soedirman VI ini mengundang mahasiswa dan pelajar di Peru untuk mengikuti kursus Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di KBRI Lima.

“Misi budaya ini dilaksanakan pada Senin (29/8) dan bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat Peru mengenai destinasi wisata Indonesia, alat musik tradisional dan beragam makanan khas seperti rendang, opor ayam, tempe mendoan, sate ayam dan nasi goreng,” ujar Dwi Novian.

Sebelum melakukan misi kebudayaan, Tim Ekspedisi Soedirman VI Mapala UNSOED ini berkesempatan bertatap muka dengan Duta Besar Republik Indonesia untuk Peru, Moenir Ari Soenanda. Dalam kesempatan ini tim membicarakan banyak hal diantaranya tujuan kedatangan mereka ke Peru serta berbagi sedikit cerita mengenai pendakian ke Gunung Huascaran.

Tinggalkan Balasan