Kongres Bahasa Ngapak Digelar Juni

Peristiwa334 Dilihat
Kongres Bahasa Ngapak akan digelar di Banyumas. Ini suasana rapat persiapannya. (Istimewa)
Kongres Bahasa Ngapak akan digelar di Banjarnegara. Ini suasana rapat persiapannya. (Istimewa)

Purwokertokita.com – Kongres Bahasa Ngapak atau Panginyongan akan digelar di Kabupaten Banyumas pada bulan Juni 2016 mendatang. Hal ini menjadi salah satu kesepakatan pada Rapat Kamis malam (11/02) di rumah dinas Wakil Bupati Banjarnegara.

Kegiatan ini dihadiri oleh Wabup, budayawan Banyumas, pakar bahasa Jawa, akademisi dari Unes, Tokoh bahasa, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dari Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Demikian dijelaskan oleh Wakil Bupati Drs. Hadi Supeno, M. Si, Jumat (12/02) di kantornya.

“Kabupaten Banyumas dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan Kongres Bahasa Pangiyongan yang pertama karena marwah bahasa panginyongan ini dekat sekali dengan bahasa Banyumas” katanya.

Istilah bahasa Panginyongan ini mengacu karena pengguna bahasa yang dikenal juga dengan bahasa ngapak ini menyebar dari Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Cilacap, sebagian Brebes dan sebagian Wanasaba. Meskipun sama bahasa ngapak, namun masing-masing daerah punya kekhasan sehingga membedakannya dari bahasa ngapak Banyumasan.

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Kongres tidak diberi nama Kongres Bahasa Banyumasan tetapi Kongres Bahasa Panginyongan.

“Contohnya bahasa ngapaknya orang Banjarnegara tidak bisa disamakan dengan ngapaknya orang Banyumas. Bahasa ngapaknya Banjarnegara itu tidak ikut ke timur, namun tidak juga seperti bahasa Banyumasan. Jadi istilahnya magel. Sehingga menjadi bahasa ngapak ala Banjarnegara” katanya.

Penyelenggaraan Kongres Bahasa Panginyongan adalah murni untuk Kongres Bahasa itu sendiri. Bukan untuk kepentingan politik. Dasar penyelenggaraannya adalah Perda Propinsi No. 9 Tahun 2012 tentang Bahasa dan Aksara Jawa.

“Diharapkan Kongres Bahasa Pangiyongan ini bisa terselenggara sebelum Kongres Bahasa Jawa di Yogyakarta, sehingga saat Kongres Bahasa Jawa berlangsung masyarakat Panginyongan sudah punya sikap” katanya.

Budayawan Banyumas Ahmad Tohari menambahkan bahwa bahasa Panginyongan bersumber pada budaya yang berakar pada tradisi-tradisi masyarakat Jawa kuna yang tidak berkasta sehingga bahasa Pangiyongan dikenal sangat egalitarian. Hal tersebut yang membedakannya dari bahasa Jawa Surakarta maupun Yogya yang mengenal perjenjangan dalam bahasa.

Menurut DR. G. Mudjanto, lanjut Tohari, perbedaan ini tidak lepas dari sejarah lahirnya kedua bahasa tersebut. Bahasa panginyongan adalah kelanjutan dari bahasa Jawa kuno yang tidak mengenal perjenjangan.

Sementara bahasa Jawa Anyar yang merupakan cikal bakal bahasa Jawa Surakarta maupun Yogyakarta, baru muncul bersamaan dengan berdirinya kerajaan Mataram pada akhir abad ke 16. Bahasa Jawa anyar ini merupakan modifikasi dari bahasa Jawa Kuno. Modifikasi bahasa ini melahirkan adanya perjenjangan atau unggah-ungguh dalam bahasa Jawa.

“Modifikasi bahasa dilakukan untuk menjadikan bahasa Jawa Anyar ini sebagai sarana konsolidasi kekuasaan dinasti Mataram. Ini juga mengartikan motif politik dan kekuasaan menyertai pembangunan bahasa Jawa Anyar” katanya.

Bahasa Panginyongan sebagai wakil budaya kerakyatan perlu dibangkitkan dan diberdayakan kembali, kata Tohari, karena bahasa adalah amanat kebudayaan yang menjadi warisan masyarakat penggunanya. Termasuk juga khazanah peradaban manusia yang wajib dijaga kelestariannya. Dan dalam kaitannya dengan masyarakat demokratis dalam bingkai NKRI, maka bahasa Panginyongan jelas lebih kondusif dari Bahasa Jawa Anyar.

“Bahasa Jawa panginyongan dapat mengambil peran memberikan sumbangan besar bagi pembangunan karakter bangsa yang amat dibutuhkan yakni karakter sadar kesetaraan atau egaliter dan orientasi kerakyatan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara” katanya.

Dosen bahasa Jawa dari Jurusan Bahasa Jawa Universitas Negeri Semarang (UNES) Cipto Hadi Kusumo, setuju jika nama Kongres adalah Kongres Bahasa Panginyongan. Sebab istilah panginyongan dengan kata dasar Inyong merupakan ciri dasar dari pengguna bahasa ini.

Istilah ini juga mendorong tidak sekedar pada sebuah pengakuan namun juga penguatan identitas. Sebab pengguna bahasa ini tidak hanya berkumpul pada suatu wilayah tertentu namun menyebar tidak saja di wilayah Banyumas dan sekitarnya namun juga di sebagian Cirebon, Serang, dan Suriname.

“Meski awal upaya penyelenggaraan kongres ini diawali dengan pendekatan birokrasi, namun untuk penyelenggarannya harus terbuka untuk konsolidasi kebudayaan yang tidak terbatas wilayah administratis sehingga penyelenggarannya bisa memungkinkan keikutsertaan masyarakat panginyongan Cirebon, Banten, dan Suriname” katanya.

Tinggalkan Balasan